Minggu, 29 November 2009

GEOTHERMAL DAN BIOFUEL SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN


Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi. Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar serta sebagai salah satu sumber energi pilihan dalam keanekaragaman energi.



Riset rumput laut yang dilakukan dari waktu ke waktu kian lebar menguak kegunaan tumbuhan air ini. Selama ini rumput laut telah banyak digunakan sebagai bahan baku beragam jenis produk, seperti pangan, farmasi, dan kosmetik.

Belakangan ini mulai diketahui manfaat lain rumput laut, yaitu sebagai pereduksi emisi gas karbon dan bahan baku biofuel. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini telah berlangsung, rumput laut harus dikembangkan pemanfaatannya sebagai sumber alternatif energi.Hal itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi saat memberi sambutan pada Indonesia Seaweed Forum I di Makassar Sulawesi Selatan, Selasa (28/10). Pertemuan itu diselenggarakan Indonesia Seeweed Society, Asosiasi Petani Rumput Laut Indonesia, Ikatan Fikologi Indonesia, dan Asosiasi Rumput Laut Indonesia.

Mikroalga sebagai biodiesel, menurut Freddy, lebih kompetitif dibandingkan dengan komoditas lain. Sebagai perbandingan, mikroalga (30 persen minyak) seluas 1 hektar dapat menghasilkan biodiesel 58.700 liter per tahun, sedangkan jagung 172 liter per tahun, dan kelapa sawit 5.900 liter per tahun.

Selain itu, katanya, rumput laut juga bukan merupakan bahan konsumsi pokok harian dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama.

Sebagai daerah yang memiliki kawasan pesisir yang luas, apalagi berada di daerah tropis, Indonesia berpotensi menjadi produsen terbesar rumput laut di dunia. Menurut Freddy, saat ini ada areal seluas 1,1 juta hektar lebih yang berpotensi untuk budidaya rumput laut, tetapi yang termanfaatkan hanya 20 persen.

Menanggapi harapan Freddy, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya akan menyediakan lahan yang memadai untuk budidaya rumput laut. Sulsel memiliki pesisir pantai sepanjang 2.000 kilometer dan hampir 1.000 jumlah pulaunya.

Revitalisasi perikanan

Karena memiliki beberapa keunggulan, Freddy menambahkan, rumput laut pun dapat menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan. Keunggulan itu antara lain peluang ekspornya masih terbuka luas, harganya relatif stabil, dan belum ada kuota perdagangan bagi rumput laut.

Keunggulan lainnya, teknologi pembudidayaannya sederhana sehingga mudah dikuasai petani, siklus budidayanya relatif singkat sehingga cepat memberikan penghasilan dan keuntungan, kebutuhan modal relatif kecil, dan pembudidayaan rumput laut tergolong usaha padat karya. Di sisi lain, rumput laut ramah lingkungan dan tidak ada produk sintetisnya.

Dalam program revitalisasi budidaya rumput laut tahun 2009 ditargetkan tercapai produksi 1,9 juta ton. Untuk itu, Freddy menekankan perlunya penerapan pola pengembangan kawasan budidaya, terutama untuk komoditas Euchema dan Gracilaria. Luas lahan yang diperlukan sampai 2009 adalah 25.000 hektar, yakni 10.000 hektar untuk Gracilaria dan 15.000 hektar untuk Euchema.

Untuk penyediaan bibit akan dikembangkan kebun bibit di sentra atau pusat pengembangan di Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sultera, Maluku, dan Papua. Selain itu, juga akan dilakukan pengaturan pola tanam dan penyediaan 150 unit mesin praproses untuk perbaikan mutu pascapanen. Dengan pengembangan ini, diperkirakan akan terserap 255.000 tenaga kerja.

tidak hanya itu Di sejumlah besar daerah jerami masih dianggap sampah bahkan akhirnya berakhir dengan dibakar karena tak bermanfaat. Padahal, produk sampingan dari usaha pertanian padi tersebut sebenarnya punya potensi besar sebagai bahan dasar biofuel, bahan bakar ramah lingkungan. Tidak hanya akan memberikan nilai tambah, pemanfaatan jerami juga mencegah pelepasan karbon ke atmosfer saat terbakar. Siklus karbon ke atmosfer dapat diperpanjang dengan mengubahnya menjadi biofuel. Terobosan tersebut telah dilirik produsen ethanol di China.

Apalagi, sebagai salah satu negara terbesar, setiap tahun sekitar 230 juta ton batang jerami dibuang begitu saja. Tiga fasilitas pengolahan jerami menjadi biofuel telah dibangun sampai saat ini. Namun, untuk mengolah jer ami bukan hal yang mudah. Batang jerami yang kaya selulosa tidak mudah terurai bakteri yang biasa dipakai dalam proses pembuatan biomassa. Para peneliti memanfaatkan larutan alkali sodium hidroksida untuk melunakkannya sebelum proses fermentasi atau peragian. "Semuanya dilakukan pada suhu kamar, tanpa energi tambahan, dan butuh sedikit air, sehingga secara keseluruhan prosesnya sederhana, cepat, efektif biaya, dan ramah lingkungan," ujar Xiujin Li dari Universitas Teknologi Kimia Beijing. Metode yang sama sebenarnya juga sudah digunakan untuk memproduksi ethanol di lebih dari 30 negara.

Namun, bahan yang diolah adalah tebu, jagung, dan kedelai yang notebene merupakan sumber pangan utama manusia, bukan bahan buangan. Sementara di China, jerami diolah agar menghasilkan biogas. Penggunaan larutan tersebut telah terbukti meningkatkan produksi campuran gas methan dan karbon dioksida hingga 65 persen. Residu atau sampah olahannya juga bermanfaat sebagai kompos. "Dengan cara ini, jerami benar-benar didaur ulang seluruhnya," ujar Li. Memang masih ada gas karbon diosida yang dilepaskan, namun kadarnya tak sebesar jika jerami dibakar. Pilot proyek tiga pabrik dibiayai sepenuhnya oleh Pemerintah China melalui Program Riset dan Pengembangan Teknologi Tinggi. Sebagai negara agraris penghasil padi, bukankah teknologi semacam ini sangat tepat di Indonesia daripada menggunakan singkong atau kelapa sawit.



Panas Bumi merupakan sumber energi panas yang terbentuk secara alami di bawah permukaan bumi. Sumber energi tersebut berasal dari pemanasan batuan dan air bersama unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi yang tersimpan di dalam kerak bumi. Untuk pemanfaatannya, perlu dilakukan kegiatan penambangan berupa eksplorasi dan eksploitasi guna mentransfer energi panas tersebut ke permukaan dalam wujud uap panas, air panas, atau campuran uap dan air serta unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi. Pada prinsipnya dalam kegiatan Panas Bumi yang ditambang adalah air panas dan uap air.

Pemanfaatan energi panas bumi relative ramah lingkungan karena unsur-unsur yang berasosiasi dengan energi panas tidak membawa dampak lingkungan atau berada dalam batas ketentuan yang berlaku. Panas Bumi merupakan sumber energi panas dengan ciri terbarukan karena proses pembentukannya terus-menerus sepanjang masa selama kondisi lingkungannya dapat terjaga keseimbangannya.




sumber : http://www.elektro-neilcy.co.cc

Minggu, 22 November 2009

PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KELAPARAN

Dalam beberapa waktu terakhir ini dunia kembali
dihangatkan dengan permasalahan harga pangan dunia dan merajalelanya
kemiskinan yang dipicu oleh kenaikan harga pangan dan minyak. Menurur
data Badan Pangan Dunia (FAO), krisis harga pangan dunia telah
mengancam sekitar 1 milyar penduduk mati kelaparan jika tidak ada upaya
serius.

  

Dari sini, maka pertanyaan yang
muncul adalah apakah krisis-krisis itu terjadi karena musim kekeringan
atau maraknya pengembangan bioenergi yang banyak menyedot bahan
biji-bijian, seperti yang disiyalir oleh sejumlah pakar ekonomi ? atau
apakah kemiskinan dan kelaparan dunia merupakan bagian
dari strategi global yang dikomandoi oleh IMF, Bank Dunia serta WTO
sebagai bagian dari politik neokolonialime internasional?

   

Proses
pemiskinan dan pelaparan global sesungguhnya bukan hasil dari
konspirasi jangka pendek, tapi merupakan hasil dari strategi global
yang diterapkan sejak abad 19 untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan
politis. Motifnya, karena negara-negara Barat mengkhawatirkan
pertumbuhan penduduk dunia yang cepat sehingga akan berdampak
mengurangi ketersediaan sumber alam dan bahan-bahan baku yang
dibutuhkan oleh negara-negara industri maju untuk memelihara tingkat
kesejahteraannya. Sedangkan tujuannya adalah untuk menjaga hegemoni
Barat dan AS atas rakyat di negara-negara berkembang.

   

Untuk memperjelas kesimpulan diatas, berikut ini beberapa fakta yang menunjukan kepada kesimpulan tersebut: 

   

Pertama
: Telah sejak lama, masyarakat AS terus memperingatkan bahaya
pertambahan penduduk dunia yang cepat yang dapat mengurangi
kesejahteraan rakyat AS. Mantan Menhan AS, Robert Maccainmour dalam
pidatonya di Roma tahun 1979, mengatakan “Sesungguhnya pertumbuhan yang
cepat dari penduduk dunia telah menjadi penghalang utama pertumbuhan
ekonomi dan sosial dunia. Oleh karenanya, hari ini juga
dan bukan besok kita harus mencegah agar penduduk dunia tidak melampaui
jumlah 10 milyar jiwa.” Dalam kesempatan itu, Mantan Menhan AS
memberikan opsi untuk mengatasi pertambahan penduduk, yaitu dengan
mengurangi angka kelahiran atau memperbanyak angka kematian.
Maccainmour, di era nuklir ini, maka perang adalah salah satu cara yang
efektif untuk meningkatkan angka kematian dengan cepat. dan cara kedua,
dapat dilakukan dengan memperluas wilayah kelaparan dan jangkitan
penyakit.

   

Kedua : Dalam
sejarah masa lalu, AS memang belum terbukti menggunakan senjata
“pemiskinan” dan “kelaparan”, namun negara pengasuhnya yaitu Inggris
adalah pakar dalam penggunaan strategi ini untuk melanggengkan
kolonialismenya. Sebagai contoh, di India, negara ini telah membantai
jutaan penduduk India karena kebijakan Inggris yang menghalangi
penduduk India dari akses sumber-sumber pangan dan pertanian. Kebijakan
itu diterapkannya agar dapat mengendalikan rakyat India. Tengok saja
misalnya ilustrasi mengenai hal ini, Dalam buku berjudul “ Kelaparan di
India” yang dikarang oleh B.M. Patiyya tahun 1967:

   

“Antara
abad ke-11 sampai Abad ke-14, India mengalami kelaparan massal sebanyak
14 kali atau rata-rata 2 kali dalam 2 abad. Namun situasi demikian
berubah total, setelah datangnya penjajah Inggris tahun 1859. Sejak
tahun itu hingga 1914, India dilanda kelaparan besar setiap 2 tahun
sekali.” Pada saat negara-negara lain di dunia angka pertumbuhan
penduduknya meningkat, namun India hampir satu abad lebih jumlah
penduduknya tidak bertambah hingga tahun 1914. Hal ini, menurut Poul Goulmaz, akibat kebijakan pemiskinan dan pelaparan sistematik yang diterapkan penjajah Inggris.

   

Sebelum
kedatangan Inggris di India, pola pertanian masyarakat India pada masa
itu sebenarnya telah baik. Penguasa Hindustan pada saat itu,
menghentikan penarikan pajak pada saat musim kering dan membuat
gudang-gudang strategis sebagai cadangan pangan, sehingga masyarakat
ketika musim paceklik tiba terhindar dari bahaya kelaparan. Namun
setelah datang Inggris, penguasa kolonial Inggris
mengubah semua kebijakan sebelumnya. Mereka secara sengaja menerapkan
“perampokan sistematik” melalui pemungutan pajak yang tinggi terhadap
para petani dan hasil pertanian baik di musim panen maupun musim
kering. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kelaparan yang besar yang
menewaskan lebih dari 10 juta penduduk miskin India khususnya di daerah
Banggali, Ohare dan Orisia. Dengan kata lain, pemerintahan kolonial
Inggris pada saat itu sama sekali tidak mengijinkan terpenuhi keamanan
pangan di setiap wilayah jajahannya di India. Kebijakan Inggris
lainnya, adalah sengaja mengekspor hasil pertanian ke luar India ketika
masa panen melebihi target dengan mendorong digalakannya perdagangan
bebas. Ringkasnya, kolonial Inggris sengaja membuat lapar warga India
agar menurut perintah-perintah kolonial dan dipaksa untuk bekerja di
ladang-ladang kerja paksa dan pembangunan jalan-jalan kereta api.

   

Dari
kisah politik pemiskinan dan pelaparan yang diterapkan Inggris di India
tersebut, maka pertanyaannya adalah adakah perbedaan antara kebijakan
kolonial Inggris dengan sistem tatanan dunia saat ini yang dipimpin
oleh Presiden AS George Bush senior yang kemudian diteruskan oleh
anaknya?. Jawabannya tentu tidak ada perbedaannya, siapakah yang
mempermainkan harga bahan-bahan pangan? Bukankah sistem
tatanan ekonomi global saat ini juga mengadopsi perdagangan bebas yang
paling liberal, khususnya setelah kedaulatan nasional negara-negara
saat ini sedikit banyak telah melebur? Dan bukankah sistem ekonomi
global telah menyebabkan seluruh penduduk dunia saat ini berada dibawah
belas kasihan perusahaan-perusahaan lintas negara dan para spekulan?.

   

Bukankah industri pangan dunia saat ini berada dibawah kekuasaan perusahaan kartel Eropa dan AS dan
bukankan harga bahan pangan yang dimakan penduduk Afrika dan Asia dan
Amerika Latin juga ditentukan oleh pusat-pusat bursa saham dunia dan
perusahaan-perusahaan kartel tersebut? Perusahaan-perusahaan Kartel AS
dan Eropa akan dengan mudah menaikan harga pangan dunia sekehendak
mereka agar terjadi kelaparan serta kemiskinan dalam skala global.
Jadi, apa yang dilakukan oleh sistem ekonomi global saat ini

sesungguhnya adalah politik yang sama yang diterapkan Inggris di India

sumber : www.google.com

WABAH PENYAKIT DI CIKARANG


dimusim penghujan ini sangat rawan tingkat kekebalan manusia oleh karena itu kita harus jaga kondisi kesehatan kita agar tidak terserang penyakit. penyakit seperti batu, pilek, diare/disentri, muntaber bahkan demam berdarah (DBD) sering kita jumpai di saat musim penghujan ini. tercatat sekitar awal tahun 2008-2009 banyak warga cikarang yang terserang demam berdarah (DBD) sekitar 11 orang tewas dengan penyakit tersebut, bahkan yang sering terjadi adalah wabah diare, itu karena kita kurang memperhatikan kondisi kekebalan tubuh kita. kondisi yang lemahlah yang membuat kita terserang penyakit atau lingkungan yang tidak nyaman menyebabkan virus dan bakteri negative dapat berkembang di daerah yang lingkungannya tidak bersih.

daerah daerah yang kurang bersih atau tidak sehat sangat berpotensi berkembangnya bibit penyakit, di cikarang masih banyak daerah daerah yang kurang bersih atau terawat, seperti di daerah pinggiran kali malang banyak orang yang membuang sampah di bantaran sungai kali malang tersebut, karena dapat menghambat aliran sungai yang masuk dan berpotensial menyebabkan banjir dan menjadi sarang nyamuk serta wabah disentri. selain itu di desa sukaresmi banyak sampah sampah yang tidak di benahi, itu menyebabkan timbulnya bibit bibit penyakit baru, perlu kita perhatikan kesehatan dan kebersihan tempat tinggal kita agar tidak terserang penyakit tersebut apalagi di musim penghujan ini.

sumber : www.google.com

PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENDIDIKAN

Pertumbuhan penduduk 
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan maupun penurunannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).

Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami.

Migrasi ada dua yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi masuk (imigrasi), dan yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi keluar (emigrasi).

Tingkat penduduk di cikarang mengalami kenakan setiap tahunnya. karena kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan peran pemerintah daerah dengan mengadakan sekolah gratis sampai kelas 9. Di tahun 2005, Pemerintah meluncurkan program yang disebut BOS (Biaya Operasional Sekolah), sebagai cara untuk menyampaikan dana secara langsung ke sekolah-sekolah agar anak-anak tetap bersekolah dan memberi sekolah kebebasan dalam mengelola dana mereka sendiri. Dalam mendukung hal ini sekaligus upaya desentralisasi secara umum, Pemerintah telah menetapkan prinsip Pengelolaan Berbasis Sekolah dalam sistem pendidikan nasional serta menyediakan kerangka untuk Standar Nasional Pendidikan.

namun yang menjadi kendala adalah ada beberapa warga sekitar yang masih tergelincir dengan masalah pembelian buku yang cukup mahal oleh karena itu pemerintah harus memberikan buku gratis pada setiap murid yang di rasa kurang mampu. dalam masuk ke jenjang perguruan tinggi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan karena sadarnya warga akan pentingnya pendidikan. hal ini merupakan hal yang naik agar menigkatnya potensi potensi calon intelektual di daerah cikarang. namun di bandingkan dengan negara kain mtu pedidikan di indonesia sangatla rendah, oleh karena itu pemerintah mengadakan program bos,tapi program tersebut masih kurang untuk menaikan mutu pendidikan.
sumber : www.google.com

Peran Kesadaran Lingkungan

Masalah lingkungan hidup merupakan suatu fenomena besar yang memerlukan perhatian khusus dari kita semua. Setiap orang diharapkan berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mengatasinya. Secara sederhana, dengan memandang sekitar kita, maka terlihat banyak­nya sampah yang dibiarkan berserakan di sepanjang jalan, di halaman rumah, di parit, di pasar- pasar atau tempat-tempat kosong sekitar permukiman. Tumpukan sampah tersebut akan menjadi tempat bersarangnya lalat, nyamuk dan binatang lain, mengeluarkan bau tidak enak, dan menjadi sumber penyebaran penyakit. 

Beberapa daerah di perdesaan, terlihat semakin kritis dan gersangnya tanah serta perbukitan akibat penggundulan hutan dan semakin keruhnya air sungai karena erosi tanah. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup menyebabkan banyaknya kejadian yang merugikan kita sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Penggundulan bukit dan pembabatan hutan telah mengakibatkan banjir pada musim hujan, tanah longsor, rusaknya panen, kebakaran hutan pada musim kemarau serta keke­ringan yang berkepanjangan. 

Melihat kenyataan dewasa ini, dimana banyak fenomena alam yang sangat memilukan seperti tanah longsor, banjir, gempa dan sebagainya di beberapa daerah di Indonesia, ada beberapa hal yang seyogianya mendapat perhatian serius, antara lain: 

1. Rendahnya kesadaran masyarakat akan lingkungan. 
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai anggota masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya dengan membuang sampah seenaknya di jalanan, atau meletakkan sampah di pinggir jalan seolah bukan miliknya lagi. 

Banyak yang tidak menyadari bahwa pola kehidupan modern saat ini sangat mempengaruhi lingkungan dan kondisi bumi secara keseluruhan. Kemakmuran yang semakin tinggi telah memberikan fasilitas hidup semakin mudah melalui perkembangan teknologi. Akibatnya penggunaan listrik terutama untuk keperluan rumah tangga menjadi sangat besar dan terus menerus seperti lemari es, mesin cuci, komputer, AC, audio dan sebagainya. Sedangkan kebiasaan shopping atau memborong belanjaan menyebabkan bertumpuknya sampah kantong plastik, piring, cangkir atau botol plastik, dan sebagainya. 

Menurut Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) penggunaan kemasan pada produk pangan untuk rumah tangga cukup besar yaitu 10 - 30 persen se tiap tahun. Sampah plastik itu termasuk bahan yang sulit dihancurkan. Di perkirakan memakan waktu 250 tahun penghancuran secara proses alami, sedangkan penghancuran daun pisang atau daun jati hanya 2,5 bulan. 

2. Tidak tegasnya pemerintah melaksanakan peraturan dan atau belum lengkapnya perangkat perundangan. 
Sering peraturan perundangan dibuat terlambat dan baru muncul setelah terjadi sesuatu yang merugikan masyarakat. Di samping itu peraturan yang sudah ada pelaksanaannya tidak tegas yang menyebabkan peraturanya menjadi mandul. Sebagai contoh banyak peraturan & perundangan yang menyangkut Kehutanan baik menyangkut pelestarian, pemanfaatan dan sebagainya, namun dalam pelaksanaannya masih tetap saja ribet dan pabaliut. Akhirnya tetap saja penggundulan hutan berjalan terus, banjirpun dimana-mana. 

3. Perhatian dan usaha penanggulangan lingkungan. 
Untuk menanggulangi masalah lingkungan diperlukan perhatian seluruh masyarakat, pemerintah, maupun swasta. Hal ini terkait dengan lingkungan itu sendiri yang melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia tanpa mengenal batas, sehingga perlu dipelihara dan ditata. Betapapun melimpahnya sumber alam, tidaklah hanya milik kita endiri, tetapi juga milik generasi mendatang. 

Sebagai bangsa yang memiliki rasa keagamaan yang kuat, kita harus dapat mensyukuri dan melindungi ciptaan Tuhan yang diberikan kepada kita, baik sebagai tanda ucapan terima kasih kepadaNya maupun untuk kita wariskan pada anak-cucu kita. Kita harus mengacu pada Pembukaan UUD'45, yang mengamanatkan antara lain agar kita ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang maknanya manusia tidak hanya bebas dari peperangan dan penindasan, tetapi terciptanya dunia yang damai dan serasi yang menjamin umat manusia hidup sejahtera lahir dan batin termasuk bebas dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. 

Di negara-negara maju seperti Eropa, pembuangan sampah di rumah tangga terkoordinasi dengan baik. Sampah dimasukkan di kantong plastik, diikat dan dibuang di tempat khusus sesuai dengan jenisnya (organik dan non-organik). Dengan pemisahan tersebut maka proses penimbunan dan daur ulang dapat lebih cepat dilakukan sehingga mengurangi biaya. Di kota-kota kecil di daerah Minnesota, Amerika Serikat, anggota masyarakat memiliki fasilitas daur ulang sendiri dan masing-masing bertanggung jawab untuk memisah limbah dan mengantarkannya ke instalasi untuk diproses. 

Dalam menjaga kelestarian di bumi ini perlu digunakan dan diikuti prinsip reduce, reuse, dan recycle (mengurangi, memakai kembali, dan mendaur ulang) dalam setiap aktivitas. Kalau hendak mengurangi pemakaian kantong plastik sewaktu berbelanja sebaiknya kita membawa sendiri tas, keranjang atau kantong plastik bekas dari rumah. Super market atau toko sebaiknya tidak mempergunakan kantong plastik secara berlebihan sebagai promosi, tetapi menggunakan kantong kertas yang mudah hancur. 

Kebiasaan dan kesadaran membuang sampah pada tempatnya sebenarnya sudah sangat penting untuk dimasyarakatkan sehinga membudaya karena budaya peduli lingkungan telah merupakan jati diri suatu bangsa. Satu pengalaman yang berharga bagi penulis tatkala berada di Hunsville Texas USA. Penulis ditegur seseorang ketika tanpa sadar membuang sampah bekas bungkus kueh ke tanah. Walaupun cara menegurnya dengan santai, tetapi rasanya sangat membuat malu dan menyakitkan hati. Ternyata selain sanksi denda, hukuman berupa teguran dan cemohan masyarakat merupakan beban moral. 

Kita juga perlu menjaga kelestarian sumber alam lainnya seperti pelestarian hutan mangrove di sepanjang pantai yang berfungsi ganda yaitu untuk mencegah erosi dan banjir serta menjaga habitat aneka hewan langka seperti monyet, reptil, dan persemaian berbagai jenis ikan dan udang. 

Juga. secara bersama masyarakat dunia perlu waspada dengan menipisnya lapisan ozon yang berfungsi melindungi bumi dan seisinya dari pengaruh ultra violet sinar matahari yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit dan mengancam terjadinya pemanasan global. 

Terbentuknya common interest seluruh lapisan masyarakat dan mengakui suatu ide dasar bahwa sistem alam atau sistem ekologis dan sistem ekonomi buatan manusia tak dapat dipandang secara terpisah-pisah, tetapi harus ditangani secara terpadu. Konsep penanganan lingkungan harus termasuk dalam konteks pembangunan atau yang disebut pembangunan berwawasan lingkungan. 

4. Peningkatan Kesadaran Lingkungan. 
Walaupun diharapkan agar setiap orang peduli akan lingkungan, namun kenyataannya masih banyak angota masyarakat yang belum sadar akan makna lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu kesadaran masyarakat me­ngenai pentingnya peranan lingkungan hidup perlu terus ditingkatkan me­lalui penyuluhan, penerangan, pendidikan, penegakan hukum disertai pemberian rangsangan atau motivasi atas peran aktif masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup. 

Peningkatan kesadaran lingkungan dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain: Pendidikan dalam arti memberi arahan pada sistem nilai dan sikap hidup untuk mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan ke­pentingan pribadi, kepentingan lingkungan sosial, dan kepentingan alam. Kedua, memiliki solidaritas sosial dan solidaritas alam yang besar mengingat tindakan pribadi berpengaruh kepada lingkungan sosial dan lingkungan alam. 

Kegiatan karya wisata di alam bebas merupakan salah satu program yang mendekatkan generasi muda dengan lingkungan, sekaligus cinta akan lingkungan yang serasi dan asri. Pendidikan lingkungan secara informal dalam keluarga dapat dikaitkan dengan pembinaan disiplin anak-anak atas tanggung jawab dan kewajibannya dalam menata rumah dan pekarangan. 

5. Partisipasi Kelompok-kelompok Masyarakat. 
Untuk lebih meningkatkan kesadaran lingkungan, mengajak partisipasi kelompok-kelompok masyarakat sangatlah penting termasuk tokoh-tokoh agama, pemuda, wanita, dan organisasi lain. Peranan wartawan untuk turut memberi penerangan dan penyuluhan bagi kelompok masyarakat serta media massa sangat besar untuk penyebaran informasi, terutama untuk memasyarakatkan UndangUndang Lingkungan Hidup dengan segala aspek yang berkaitan. 

Partisipasi wanita sangat penting karena kelompok majoritas sehari-hari dalam pemeliharaan lingkungan terutama dalam lingkungan keluarga adalah wanita atau ibu rumah tangga karena sebagian waktunya tinggal di rumah. Oleh karena itu peranan organisasi-organisasi wanita sangatlah besar untuk mendorong kesadaran masyarakat dan keluarga melalui anggotanya. 

Peranan pemuda juga sangat penting sebagai generasi penerus yang akan mewarisi lingkungan hidup yang baik. Diharapkan masyarakat akan mendorong adanya kader-kader perintis dalam lingkungan hidup yang lahir dari kalangan generasi muda sehingga pembangunan yang berkelanjutan ini sejalan pula dengan terpeliharanya kelestarian lingkungan. 

6. Penegakan Hukum dan Peranan Pemerintah 
Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) telah ditentukan bahwa setiap orang mempunyai, hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Juga setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, wajib memelihara dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran yang dapat merusak lingkungan. Undang-undang sebenarnya juga sudah mengatur adanya sangsi bagi pencemaran lingkungan hidup namun dalam pelaksanaannya sering kurang tegas (konsisten). 

Karenanya, peranan pemerintah sangat penting untuk bertindak tegas dalan pengawasan pembangunan dan pembangunan harus dilakukan menurut Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Pemerintah harus menciptakan tempat-tempat yang menunjang lingkungan hidup, misalnya dengan menyediakan taman-taman, hutan buatan dan pepohonan untuk penghijauan sekaligus untuk meyerap air. Sedangkan pihak swasta diminta untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan, menciptakan kawasan hijau yang baik sekitar pabrik dan perumahan karyawan. 

Singapura sangat berhasil dalam menerapkan kesadarangan lingkungan masyarakatnya dan tidak segan-sega menerapkan sangsi yang berat dengan denda sehingga masyarakat takut membuat kesalahan atau pelanggaran. Mereka telah banyak memetik hasil dari kesadaran tersebut bagi pembangunan negaranya. Singapura telah berubah menjadi salah satu tujuan wisata terpenting di dunia dan merupakan dambaan untuk dikunjungi karena kotanya terkenal bersih, teratur dan dekat dengan lingungan yang ditata secara baik. Seyogyanya kita belajar dari negara tetangga kita itu dan menirunya tanpa berkecil hati.

Lingkungan Hidup Dan Pembangunan

Keberhasilan manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya sebagai makhluk yang tertinggi derajadnya di muka bumi (khalifah) adalah berkat kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya secara aktif. Sungguhpun manusia merupakan makhluk lingkungan (territorial being) yang tidak mungkin dipisahkan dari lingkungan hidupnya sebagai tempat bermukim, manusia tidak menggantungkan dirinya pada kemurahan lingkungan semata-mata. Sejak terusir dari Secara simbolik, sejak meninggalkan Taman Firdaus yang segala kebutuhan hidupnya serba ada dan dalam jumlah serba banyak untuk menjamin hidupnya, terpaksa harus bekerja keras dengan menguasai alam semesta beserta segala isinya.

Jelaslah bahwa kisah kejadian tentang asal-usul manusia pertama, yaitu Adam dan Siti Hawa, mengandung pengertian bahwa manusia harus mengembangkan diri untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan sebagai manusia dengan menguasai jagad raya beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak hidup di bumi manusia harus mengembangkan peralatan dan cara pengendaliannya untuk membangun lingkungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungannya serta mengolah sumberdaya alam yang tersedia. Pernyataan poluler tentang usaha manusia membina hubungan secara aktif dan timbal balik seorang pelopor Antropologi kenamaan Gordon Childe diabadikan dalam bukunya tentang sejarah peradaban manusia Man Makes Himself (19..).
Berkat kemampuan akal dan ketrampilan kerja kedua tangannya, manusia dapat memahami lingkungannya dan menghimpun pengalaman sebagai pengetahuan dan menciptakan peralatan sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya. Keunggulan manusia berfikir secara metaforik dan kemampuan kerja dengan menggunakan peralatan itu, manusia dapat menghimpun pengalaman, mengembangkan pengalaman dan kemampuan menguasai bumi dengan segala isinya. Akhirnya manusia menjadi makhluk pemangsa yang terbesar di muka bumi. Manusia dapat melaksanakan perintah sang Pencipta untuk menguasai ikan di lautan, menguasai segala binatang yang hidup di daratan maupun burung-burung yang berterbangan di langit, untuk mengembangkan keturunan dan memenuhi bumi. Karena itulah manusia berhasil menghantar dirinya sebagai khalifah di muka bumi dan hidup tersebar luas di muka bumi.

Sungguhpun keunggulan manusia telah membuka peluang untuk menguasai bumi dengan segala isinya dan dapat mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan di manapun ia suka, tidaklah berarti bahwa kekuasaan manusia itu tanpa mengenal batas. Dengan peralatan di tangan sejak zaman batu tua (palaeolithicum) hingga masa industri yang didominasi dengan penerapan teknologi modern, manusia senantiasa mengalami sejarah kemajuan dan kemerosotan menuju ke peradaban. Dengan peralatan batu yang sederhana, manusia dengan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meramu dan berburu binatang liar. Kemudahan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup itu berhasil meningkatkan kesejahteraan yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam jumlah, ragam dan mutunya. Dengan demikian manusia dipacu untuk meningkatkan intensitas pengolahan sumberdaya alam yang tersedia dan pada gilirannya menimbulkan dampak pada lingkungan hidup mereka. Kemajuan peradaban berkat kemampuan manusia menguasai lingkungannya itu telah menimbulkan dampak pada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.

Intensitas pengolahan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bertambah besar jumlahnya, ragam dan mutunya itu telah mempercepat proses pemiskinan ataupun sekurang-kurangnya mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup setempat. Akibatnya pemenuhan kebutuhan hidup penduduk setempatpun menjadi sulit sehingga mengancam kesejahteraan hidup mereka. Kesulitan itu mendorong manusia untuk kembali mengembangkan teknologi pengolahan sumberdaya alam, sebagaimana tercermin dalam peninggalan sisa-sisa peralatan pada zaman batu muda, yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam. Selanjutnya manusia mampu mengembangkan peradaban yang lebih kompleks dengan munculnya kota sebagai pusat kekuasaan dengan penduduk yang tidak harus secara langsung mengolah sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berkat kemampuan penduduk pedesaan menghasilkan surplus.

Jelaslah bahwa sejarah peradaban manusia senantiasa mengalami pasang-surut karena ulahnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun kekuasaan manusia itu ada batasnya, karena apapun yang dilakukan terhadap lingkungannya akan menimbulkan dampak timbal balik yang tidak terelakan. Peningkatan intensitas pengolahan sumberdaya alam akan mempercepat pengurasan persediaan yang pada gilirannya akan mengancam kesejahteraan penduduk. Akan tetapi dengan keunggulannya, manusia mampu mengatasi keterbatasan itu dengan mengembangkan teknologi dan cara-cara pengendaliannya, untuk meningkatkan efisiensi dan produksivitas kerja mereka tanpa menghacurkan pola-pola hubungan timbal balik dengan lingkungannya (M.Harris, 19) secara selaras, serasi dan berkeseimbangan. Dengan mengacu pada kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang dikembangkan dari abstraksi pengalaman masa lampau dan digunakan untuk membina hubungan dengan lingkungannya secara timbal balik (adaptation), manusia mampu merawat keseimbangan fungsi lingkungan hidupnya (ecological equilibrium).
sumber : http://www.perwaku.org

Lingkungan Hidup Dan Pembangunan

Keberhasilan manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya sebagai makhluk yang tertinggi derajadnya di muka bumi (khalifah) adalah berkat kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya secara aktif. Sungguhpun manusia merupakan makhluk lingkungan (territorial being) yang tidak mungkin dipisahkan dari lingkungan hidupnya sebagai tempat bermukim, manusia tidak menggantungkan dirinya pada kemurahan lingkungan semata-mata. Sejak terusir dari Secara simbolik, sejak meninggalkan Taman Firdaus yang segala kebutuhan hidupnya serba ada dan dalam jumlah serba banyak untuk menjamin hidupnya, terpaksa harus bekerja keras dengan menguasai alam semesta beserta segala isinya.

Jelaslah bahwa kisah kejadian tentang asal-usul manusia pertama, yaitu Adam dan Siti Hawa, mengandung pengertian bahwa manusia harus mengembangkan diri untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan sebagai manusia dengan menguasai jagad raya beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak hidup di bumi manusia harus mengembangkan peralatan dan cara pengendaliannya untuk membangun lingkungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungannya serta mengolah sumberdaya alam yang tersedia. Pernyataan poluler tentang usaha manusia membina hubungan secara aktif dan timbal balik seorang pelopor Antropologi kenamaan Gordon Childe diabadikan dalam bukunya tentang sejarah peradaban manusia Man Makes Himself (19..).
Berkat kemampuan akal dan ketrampilan kerja kedua tangannya, manusia dapat memahami lingkungannya dan menghimpun pengalaman sebagai pengetahuan dan menciptakan peralatan sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya. Keunggulan manusia berfikir secara metaforik dan kemampuan kerja dengan menggunakan peralatan itu, manusia dapat menghimpun pengalaman, mengembangkan pengalaman dan kemampuan menguasai bumi dengan segala isinya. Akhirnya manusia menjadi makhluk pemangsa yang terbesar di muka bumi. Manusia dapat melaksanakan perintah sang Pencipta untuk menguasai ikan di lautan, menguasai segala binatang yang hidup di daratan maupun burung-burung yang berterbangan di langit, untuk mengembangkan keturunan dan memenuhi bumi. Karena itulah manusia berhasil menghantar dirinya sebagai khalifah di muka bumi dan hidup tersebar luas di muka bumi.

Sungguhpun keunggulan manusia telah membuka peluang untuk menguasai bumi dengan segala isinya dan dapat mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan di manapun ia suka, tidaklah berarti bahwa kekuasaan manusia itu tanpa mengenal batas. Dengan peralatan di tangan sejak zaman batu tua (palaeolithicum) hingga masa industri yang didominasi dengan penerapan teknologi modern, manusia senantiasa mengalami sejarah kemajuan dan kemerosotan menuju ke peradaban. Dengan peralatan batu yang sederhana, manusia dengan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meramu dan berburu binatang liar. Kemudahan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup itu berhasil meningkatkan kesejahteraan yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam jumlah, ragam dan mutunya. Dengan demikian manusia dipacu untuk meningkatkan intensitas pengolahan sumberdaya alam yang tersedia dan pada gilirannya menimbulkan dampak pada lingkungan hidup mereka. Kemajuan peradaban berkat kemampuan manusia menguasai lingkungannya itu telah menimbulkan dampak pada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.

Intensitas pengolahan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bertambah besar jumlahnya, ragam dan mutunya itu telah mempercepat proses pemiskinan ataupun sekurang-kurangnya mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup setempat. Akibatnya pemenuhan kebutuhan hidup penduduk setempatpun menjadi sulit sehingga mengancam kesejahteraan hidup mereka. Kesulitan itu mendorong manusia untuk kembali mengembangkan teknologi pengolahan sumberdaya alam, sebagaimana tercermin dalam peninggalan sisa-sisa peralatan pada zaman batu muda, yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam. Selanjutnya manusia mampu mengembangkan peradaban yang lebih kompleks dengan munculnya kota sebagai pusat kekuasaan dengan penduduk yang tidak harus secara langsung mengolah sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berkat kemampuan penduduk pedesaan menghasilkan surplus.
Jelaslah bahwa sejarah peradaban manusia senantiasa mengalami pasang-surut karena ulahnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun kekuasaan manusia itu ada batasnya, karena apapun yang dilakukan terhadap lingkungannya akan menimbulkan dampak timbal balik yang tidak terelakan. Peningkatan intensitas pengolahan sumberdaya alam akan mempercepat pengurasan persediaan yang pada gilirannya akan mengancam kesejahteraan penduduk. Akan tetapi dengan keunggulannya, manusia mampu mengatasi keterbatasan itu dengan mengembangkan teknologi dan cara-cara pengendaliannya, untuk meningkatkan efisiensi dan produksivitas kerja mereka tanpa menghacurkan pola-pola hubungan timbal balik dengan lingkungannya (M.Harris, 19) secara selaras, serasi dan berkeseimbangan. Dengan mengacu pada kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang dikembangkan dari abstraksi pengalaman masa lampau dan digunakan untuk membina hubungan dengan lingkungannya secara timbal balik (adaptation), manusia mampu merawat keseimbangan fungsi lingkungan hidupnya (ecological equilibrium).
sumber : http://www.perwaku.org

IPTEK Lingkungan : pengolahan sampah


Pernah mendengan PLTSa? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah? Suatu isu yang sedang hangat dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang beberapa waktu yang lalu pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap bahkan hingga badan jalan-jalan utamanya. Jangankan jalan utama, saat Anda memasuki Bandung menuju flyover Pasupati, Anda pasti akan disambut dengan segunduk besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan. Itu dulu. Sekarang, Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah yang sedang diperdebatkan.

Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedankan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan , diantaranya angin berbau sampah , menarik berkumpulnya Hama , dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah)

Kendaraan pemadat sampah penimbunan darat.

Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.

Sabtu, 21 November 2009

Longsor Di Garut


longsor yang terjadi di kota garut ini kerap sekali terjadi di kala musim hujan terjadi.
Hingga saat ini pun daerah ini masih cukup rawan longsor, untuk itu diharapkan bagi pengguna jalan di daerah ini harus lebih hati-hati dan waspada terhadap longsor.
Tidak hanya longsor, banjir pun sering terjadi di daerah ini dan mengalir hingga ke badan jalan dan menghambat para pengguna jalan.
Pengguna jalan pun masih bingung dan kesusahan melewati jalan ini.
Di perkirakan daerah ini akan terus mengalami longsor setiap musim hujan,
Sekitar ratusan kilometer ruas jalan desa tersebut, sebagian besar berkondisi rusak berat juga banyak terdapat gorong-gorong besar yang tersumbat, akibat kurang mendapatkan pemeliharaan sehingga setiap diguyur hujan deras, air dan lumpur meluap memenuhi badan jalan setinggi puluhan centi meter.

Kondisi tersebut diperparah kerap banyaknya pohon tumbang sepanjang ruas jalan, bahkan sering badan jalan menjadi aliran air nyaris menyerupai sungai, katanya. Sehingga untuk dilintasi pejalan kaki pun sangat sulit, apalagi dilewati berbagai jenis kendaraan bermotor padahal selama ini mobilitas pemasaran hasil pertanian tanaman pangan warga setempat cukup tinggi.

Termasuk masyarakat pedagang setempat, yang setiap hari pula harus berbelanja ke kota kecamatan dan kabupaten, sering terhambat kondisi ruas jalan desa yang acap tertimbun tanah longsor atau terputus total.

Gubernur kemarin didampingi Wakil Bupati Garut Memo Hermawan, Kabag Humas Setda Garut Drs Dik Dik Hendrajaya MSi, Kepala Bakorwil Priangan, Atjep Shahabuddin dan unsur muspida lainnya. Rombongan tiba di Kampung Pasirmuncang, Desa Panyindangan, Pakenjeng sekitar pukul 14.00.

Longsor yang melanda kampung tersebut mengakibatkan 106 rumah warga terancam ambruk, dan 50 rumah di antaranya telah dikosongkan para penghuninya yang mengungsi ke rumah saudara dan tetangga yang dinilai masih aman. Di kawasan ini, gubernur juga mendapati informasi jika longsor juga mengancam areal sawah seluas 15 hektare di kampung tersebut.

Gubernur memberikan bantuan untuk para korban bencana longsor berupa beras 3 ton, mi instan 1.500 bungkus, sarden 1.000 kaleng, kecap 300 botol, biskuit 400 bungkus, kornet 850 kaleng, tikar 50 lembar, dan minyak goreng 100 liter. Bantuan tersebut secara simbolis diterima oleh Wabup Memo Hermawan, untuk kemudian disampaikan kepada para korban.

Gubernur menyarankan agar warga yang tempat tinggalnya rawan terkena bencana longsor direlokasi ke tempat aman.


sumber : - www.kompas.com
- http://rasgar.wordpress.com

Jumat, 20 November 2009

Banjir Melanda Cilacap


Puluhan rumah di Desa Pangawaren, Kecamatan Karangpucung, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat malam ini, diterjang banjir akibat meluapnya Sungai Ciraja. Luapan Sungai Ciraja tersebut terjadi akibat hujan deras yang mengguyur wilayah Karangpucung sejak pukul 15:00 WIB.
Selain menimbulkan banjir bandang, hujan deras itu juga mengakibatkan sejumlah titik longsoran di beberapa ruas jalan desa di Kecamatan Karangpucung, antara lain Jalan Desa Ciporos dan Jalan Cirelang-Pamulihan, sehingga jalan itu sulit dilalui sepeda motor dan kendaraan roda empat.
Camat Karangpucung Heroe Haryanto membenarkan adanya banjir di Desa Pangawaren dan beberapa titik longsor di sejumlah desa tersebut. Menurut dia, banjir mulai terjadi sekitar pukul 18:00 WIB yang disebabkan meluapnya Sungai Ciraja akibat hujan deras yang mengguyur wilayah Karangpucung sejak pukul 15:00 WIB.Ia mengatakan, ketinggian air di jalan mencapai 50 centimeter.
banjir yang menerjang di daerah cilacap cukup hebat Di beberapa daerah ini juga banyak titik rawan longsor. .daerah rawan longsor ini sering sekali terjadi, apalagi ketika musim hujan, ,
di musim hujan yang sekarang melanda indonesia sekarang ini bukan hanya daerah cilacap saja yang terkena banjir bandang tetapi di daerah lainnya pun banyak yang terkena musibah banjir bandang atau biasa di sebut banjir sekilas atau sebentar. . .banjir yang terjadi di cilacap kini sedang di atasi warga setempat, ,agar air dapat cepat surut maka warga setempat dengan cepat mengantisipasinya...
Banjir yang terjadi sejak 8 Maret lalu, diakibatkan oleh bobolnya katup pengamanan sungai Citadung yang mengakibatkan 567 rumah tergenang, 122 hektar tanaman padi teredam air, 131 kolam ikan hanyut, serta 75 hektar tanaman palawija terancam puso.
Meski mulai tahun 1980 kawasan ini menjadi langganan banjir warga setempat enggan untuk pindah. Sejauh ini jika banjir tiba warga tetap bertahan dirumah. Karena sudah terbiasa dengan banjir, maka setiap rumah di 3 dusun tersebut telah menyiapkan satu perahu.


sumber : -www.kompas.com
-www.indosiar.com

Ketika Bulan Purnama, Muncul srigala jalanan mencari mangsa

jika saya menjadi decision maker yang bisa apa saja, saya akan menindaklanjuti hal-hal-hal yang melanggar hukum, contohnya : srigala jalanan yang mencari mangsanya di kala malam hari, srigala di sini di maksudkan adalah seorang pria hidung belang yang mencari wanita penggoda, jika hal itu terjadi saya akan memberikan sanksi kepada pria hidung belang dan wanita penggoda tersebut, hukuman apa yang akan di berikan ?? hukuman yang pantas mungkin saya akan mengikuti aturan agama yang saya anut yaitu islam...


jika saya manjadi decision maker bukan berarti saya melakukan hal-hal yang sewenang-wenang, semua ada ada aturannya sendiri.
berikut ini merupakan aturan-aturan/langkah-langkah dalam menjadi decision maker agar tidak sewenang-wenang,,



- Definisi Masalah



Untuk definisi masalah sendiri diperlukan suatu analisis yang baik dari
segi situasi dan kondisi agar perhatian kita menjadi lebih terfokus pada
inti permasalahan dan bukan pada gejala-gejala yang muncul.

Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan
bukan pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu
masalah, diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan
sebanyak-banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.

- Perumusan Solusi Masalah

Perumusan solusi masalah diharapkan mampu membuat beberapa alternative
solusi sehingga pilihan untuk menyelesaikan masalah menjadi lebih baik dan
tidak tergantung pada satu pilihan saja.

- Evaluasi Solusi Pemecahan Masalah

Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi
terhadap alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini
, kita perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan
kerugian dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan
akhir

- Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti

Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti
solusi yang telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap
suatu masalah, kita perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya
resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan
tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah
seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati
memilih strategi yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap
solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang terkena dampak dan
kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang bersangkutan



Kondisi-kondisi semacam itu bisa simulasikan dalam bentuk permainan yang
dirancang oleh provider Outbound sehingga dapat mengubah cara pandang,
bersikap maupun bertindak. Salah satu provider yang memiliki kredibilitas
untuk hal tersebut adalah BeeOutbound. Selain simulasi game untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia BeeOubound juga menyediakan Output
setiap permainan yang dilakukan sehingga bisa dijadikan bahan evaluasi
maupun masukan untuk customer.




Kamis, 12 November 2009

12 LUKISAN BARU ISTANA


 Istana Kepresidenan RI Jakarta terus berbenah. Usai merenovasi bangunan fisik Istana Merdeka, penataan dilanjutkan dengan penataan interior. Untuk mempercantik dekorasi istana, diputuskan untuk menambah koleksi lukisan dengan tema “Pemandangan dengan Nuansa Cerah”. Maka perburuan lukisan yang cocok dengan tema itu pun dimulai sejak Februari 2007. Dari sekian lukisan yang diajukan kepada Presiden SBY, maka terpilihlah 12 lukisan yang kemudian menghiasi Istana Merdeka, Istana Negara, dan Kantor Presiden.


Lukisan-lukisan tersebut adalah Pemandangan Gunung dan Pemandangan Candi Ceto karya Yap Thian Tjay untuk mengisi ruang terima tamu Ibu Negara dan Ruang Jepara di Istana Merdeka. Dua lukisan karya Bambang Suwarto berjudul Dunia Panjalu dan Pantai untuk mengisi Ruang Resepsi dan Ruang Tunggu Tamu di Istana Merdeka. Satu lukisan karya Hatta Hambali berjudul Upacara Melasti ditempatkan di Ruang Terima Tamu Ibu Negara.

Kemudian Presiden SBY memberikan arahan untuk lukisan dengan tema “Kegiatan”. Terpilih dua lukisan yang memenuhi kriteria ini, masing-masing berjudul Panen karya Udin dan Kapal Layar karya Pardolly. Lukisan ini untuk mengisi Ruang Jamuan Istana Negara dan ruang kerja Presiden di Kantor Presiden. Kemudian lukisan Pemandangan Gunung Sumbing karya Baharissky dipilih untuk mengisi Ruang Resepsi Istana Merdeka.

Dua lukisan lagi, yaitu Panen dan Perkampungan Bali karya Sunarko terpilih untuk persediaan di Kantor Presiden. Dan dua lukisan terakhir yang dipilih oleh Presiden SBY adalah lukisan berjudul Anak-Anak Naik Perahu dan Gembala Sapi karya Marsani untuk mengisi ruang kerja Presiden, di Kantor Presiden.

Menurut W.Budiyanto, Kepala Sub Pengelolaan dan Perawatan Koleksi, Bagian Museum dan Sanggar Seni, Rumah Tangga Kepresidenan, biaya pembelian ke-12 tersebut adalah Rp 412 juta. Biaya diambil dari anggaran tahun 2007. Sedangkan pemilihan tema ditentukan oleh Presiden SBY. “Bapak Presiden menyukai pemandangan dan warna-warna yang cerah,“ kata Budi yang akan berangkat ke Sydney, Australia, untuk mengikuti pelatihan manajemen museum, sebagai peraih Endeavour Award 2008 dari pemerintah Australia. (nnf)


Foto: Lukisan `Panen` karya Udin, meripakan salah satu dari 12 lukisan baru di Istana Jakarta. (foto: istimewa)

 
sumber : www.presidenri.com

ISTANA TAMPAK SIRING


Nama Tampaksiring diambil dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu tampak (yang bermakna 'telapak ') dan siring (yang bermakna 'miring'). Menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas telapak kaki seorang Raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, tetapi bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembahnya. Sebagai akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan balatentaranya untuk menghacurkannya. Namun, Mayadenawa berlari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap agar para pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu adalah jejak manusia, yaitu jejak Mayadenawa.

Usaha Mayadenawa gagal. Akhirnya ia ditangkap oleh para pengejarnya. Namun, sebelum itu, dengan sisa-sisa kesaktiannya ia berhasil menciptakan mata air beracun yang menyebabkan banyak kematian bagi para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air ciptannya itu. Batara Indra pun menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun tersebut. Air Penawar racun itu diberi nama Tirta Empul (yang bermakna 'airsuci'). Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa denagn berjalan di atas kakinya yang dimiringkan itulah wilayah ini dikenal dengan nama Tampaksiring.

Menurut riwayatnya, disalah satu sudut kawasan Istana Tampaksiring, menghadap kolam Tirta Empul di kaki bukit, dulu pernah ada bangunan peristirahatan milik Kerajaan Gianyar. Di atas lahan itulah sekarang berdiri Wisma Merdeka , yaitu bagian dari Istana Tampaksiring yang pertama kali dibangun.

Istana Kepresidenan Tampaksiring berdiri atas prakarsa Presiden I Republik Indonesia, Soekarno, sehingga dapat dikatakan Istana Kepresidenan Tampaksiring merupakan satu-satunya istana yang dibangun pada masa pemerintahan Indonesia.

Pembangunan istana dimulai taun 1957 hingga tahun 1960. Namun, dalam rangka menyongsong kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV (ASEAN Summit XIV) yang diselenggarakan pada tanggal 7-8 Oktober 2003, Istana Tampaksiring menambahkan bangunan baru berikut fasilitas - fasilitasnya, yaitu gedung untuk Konferensi dan untuk resepsi. Selain itu, istana juga merenovasi Balai Wantilan sebagai gedung pagelaran kesenian.

Istana Kepresidenan Tampaksiring dibangun secara bertahap. Arsiteknya ialah R.M Soedarsono. Yang pertama kali dibangun adalah Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira, yakni pada tahun 1957. Pembangunan berikutnya dilaksanakan tahun 1958, dan semua bangunan selesai pada tahun 1963. Selanjutnya, untuk kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV, yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-8 Oktober 2003, Istana dibangun gedung baru untuk Konferensi beserta fasilitas-fasilitasnya dan merenovasi Balai Wantilan. Kini Tampaksiring juga memberikan kenyamanan kepada pengunjungnya (dalam rangka kepariwisataan) dengan membangun pintu masuk tersendiri yang dilengkapi dengan Candi Bentar, Koro Agung, serta Lapangan Parkir berikut Balai Bengongnya.

Sejak dirancangnya / direncanakan, pembangunan Istana Kepresidenan Tampaksiring difungsikan untuk tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga dan bagi tamu-tamu negara. Usai pembangunan istana ini, yang pertama berkunjung dan bermalam di istana adalah pemrakarsanya, yaitu Presiden Soekarno. Tamu Negara yang bertama kali menginap di istana ini ialah Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand, yang berkunjung ke Indonesia bersama permaisurinya, Ratu Sirikit (pada tahun 1957).

Menurut catatan, tamu-tamu negara yang pernah berkunjung ke Istana Kepresidenan Tampaksiring, antara lain adalah Presiden Ne Win dari Birma ( sekarang Myanmar), Presiden Tito dari Yugoslavia, Presiden Ho Chi Minh dari Vietnam, Perdana Menteri Nehru dari India, Perdana Menteri Khruchev dari Uni Soviet, Ratu Juliana dari Negeri Belanda, dan Kaisar Hirihito dari Jepang.

SUMBER : Www.presidenri.com

GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA


Istana kepresidenan Yogyakarta awalnya adalah rumah kediaman resmi residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda. Ini berawal dari keinginan adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda. Arsiteknya bernama A. Payen; dia ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada masa itu. Gaya bangunannya mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis.

Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830), yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung jadi tertunda. Musibah / gempa bumi terjadi dua kali pada hari yang sama, menyebabkan tempat kediaman resmi residen Belanda itu runtuh. Namun bangunan baru didirikan dan rampung pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta, yang kini disebut Gedung Negara.

Sejarah juga mencatat bahwa pada tanggal 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi residen, melainkan gubernur. Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 tersebut menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya pendudukan Jepang. Beberapa Gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut adalah J.E Jasper (1926-1927), P.R.W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-1940), serta L Adam (1940-1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.

Riwayat Gedung Agung itu menjadi sangat penting dan sangat berarti tatkala pemerintahan Republik Indonesia hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta yang mendapat julukan Kota Gudeg tersebut resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda, dan istana itu pun berubah menjadi Istana Kepresidenan sebagai kediaman Presiden Soekarno, Presiden I Republik Indonesia, beserta keluarganya. Sementara Wakil Presiden Mohammad Hatta dan keluarga ketika itu tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072 / Pamungkas, yang tidak jauh dari kompleks istana.

Sejak itu, riwayat istana (terutama fungsi dan perannya) berubah. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Rebulik yang masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula.

Pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta digempur oleh tentara Belanda di bawah kepemimpinan Jenderal Spoor. Peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer II itu mengakibatkan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, beserta beberapa pembesar lainnya diasingkan ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Brastagi dan Bangka, dan baru kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949. Mulai tanggal tersebut, istana kembali berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Namun, sejak tanggal 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi kediaman Presiden.

Sebuah peristiwa sejarah yang tidak dapat diabaikan adalah fungsi Gedung Agung pada awalnya berdirinya Republik Indonesia (tanggal 3 Juni 1947). Pada saat itu Gedung Agung berfungsi sebagai tempat pelantikan Jenderal Soedirman, selaku Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selain itu, selama tiga tahun (1946-1949), gedung ini berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden I Republik Indonesia.

Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada masa dinas Presiden II RI, sejak tanggal 17 April 1988, Istana Kepresidenan Yogyakarta/Gedung Agung juga digunakan untuk penyelenggaraan Upacara Taruna-taruna Akabri Udara yang Baru, dan sekaligus Acara Perpisahan Para Perwira Muda yang Baru Lulus dengan Gubernur dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan, sejak tanggal 17 Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta / Gedung Agung digunakan sebagai tempat memperingati Detik-Detik Proklamasi untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejalan dengan fungsinya kini, lebih dari 65 kepala negara dan kepala pemerintahan dan tamu-tamu negara, telah berkunjung atau bermalam di Gedung Agung itu. Tamu negara yang pertama berkunjung ke gedung itu adalah Presiden Rajendra Prasad dari India (1958). Pada tahun enam puluhan, Raja Bhumibol Adulyajed dari Muangthai (1960) dan Presiden Ayub Khan dari Pakistan (1960) berkunjung dan bermalam di gedung ini. Setahun kemudian (1961), tamu negara itu adalah Perdana Menteri Ferhart Abbas dari Aljazair. Pada tahun tujuh puluhan, yang berkunjung adalah Presiden D. Macapagal dari Filipina (1971), Ratu Elizabeth II dari Inggris (1974), serta Perdana Menteri Srimavo Bandaranaike dari Sri Langka (1976).

Kemudian, pada tahun delapan puluhan, tamu negara itu adalah Perdana Menteri Lee Kuan Yeuw dari Singapura (1980), Yang Dipertuan Sultan Bolkiah dari Brunei Darussalam (1984). Tamu-tamu penting lain yang pernah beristirahat di Gedung Agung, antara lain, Putri Sirindhom dari Muanghthai (1984), Ny. Marlin Quayle, Isteri Wakil Presiden Amerika Serikat (1984), Presiden F. Mitterand dari Perancis (1988), Pangeran Charles bersama Putri Diana dari Inggris (1989), dan Kepala Gereja Katolik Paus Paulus Johannes II (1989).

Pada tahun sembilan puluhan, para tamu agung yang berkunjung ke Gedung Agung itu adalah Yang Dipertuan Agung Sultan Azlan Shah dari Malaysia (1990), Kaisar Akihito Jepang (1991), dan Putri Basma dari Yordania (1996).

SEJARAH ISTANA NEGARA


Istana Negara dibangun tahun 1796 untuk kediaman pribadi seorang warga negara Belanda J.A van Braam. Pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jendral Belanda. Karenanya pada masa itu istana ini disebut juga sebagai Hotel Gubernur Jendral.


Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua, namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih kurang 3.375 meter persegi.

Sesuai dengan fungsi istana ini, pajangan serta hiasannya cenderung memberi suasana sangat resmi. Bahkan kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah Belanda, disamping hiasan dinding karya pelukis - pelukis besar, seperti Basoeki Abdoellah.

Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara. Diantaranya ialah ketika Jendral de Kock menguraikan rencananya kepada Gubernur Jendral Baron van der Capellen untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Juga saat Gubernur Jendral Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Setelah kemerdekaan, tanggal 25 Maret 1947, di gedung ini terjadi penandatanganan naskah persetujuan Linggarjati. Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. Van Mook.

Istana Negara berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, diantaranya menjadi tempat penyelenggaraan acara - acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan pejabat - pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah, dan rapat kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasioal, dan tempat jamuan kenegaraan.

Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Negara sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.


Www.presidenri.com


ISTANA CIPANAS


Kata cipanas berasal dari bahasa Sunda; ci atau cai artinya air, dan panas yaitu panas dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut menjadi nama sebuah desa, yakni Desa Cipanas karena di tempat ini terdapat sumber air panas yang mengandung belerang.

Istana Kepresidenan Cipanas bermula dari sebuah bangunan yang didirikan pada tahun 1740 oleh pemiliknya pribadi, seorang tuan tanah Belanda bernama Van Heots. Namun pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, tepatnya mulai pemerintahan Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff (1743), karena daya tarik sumber air panasnya, dibangun sebuah gedung kesehatan di sekitar sumber air panas tersebut. Kemudian, karena kharisma udara pegunungan yang sejuk serta alamnya yang bersih dan segar, bangunan itu sempat dijadikan tempat peristirahatan para Gubernur Jenderal Belanda.

Sejak didirikannya pada masa pemerintahan Belanda, Istana Kepresidenan Cipanas difungsikan sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan. Akan tetapi sekeliling alamnya yang amat indah menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjungnya, sehingga pada masa pemerintahan van Imhoff itu, tempat persinggahan/peristirahatan sempat beralih fungsi. Karena kekuatan sumber air panas yang mengandung belerang itu dan karena udara pegunungan yang sejuk dan bersih, tempat ini pernah dijadikan gedung pengobatan bagi anggota militer Kompeni yang perlu mendapat perawatan.

Komisaris Jenderal Leonard Pietr Josef du Bus de Gisignies, misalnya, tercatat yang paling senang mandi air belerang itu. Demikian pula halnya dengan Carel Sirardus Willem Graaf van Hogendorp, sekretarisnya (1820-1841). Selain itu Herman Willem Daendeles (1808-1811) dan Thomas Stanford Raffles (1811-1816) pada masa dinasnya menempatkan beberapa ratus orang di tempat tersebut; sebagian basar dari mereka bekerja di kebun apel dan kebun bunga serta di penggilingan padi, di samping yang mengurus sapi, biri - biri, dan kuda.

Secara fisik, sejak berdirinya hingga kini, perjalanan riwayat Istana Cipanas banyak berubah. Secara bertahap, dari tahun ke tahun, istana ini bertambah dan bertambah. Mulai dari tahun 1916, masih pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, tiga buah bangunan berdiri di dalam kompleks istana ini. Kini ketiganya dikenal dengan nama Paviliun Yudhistira, Paviliun Bima, dan Paviliun Arjuna.

Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1954 di masa dinas Presiden I Republik Indonesia, Soekarno, didirikan sebuah bangunan mungil, terletak di sebelah belakang Gedung Induk. Berbeda dari gedung-gedung lainnya, sekeliling dinding tembok luar serta pelataran depan dan samping bangunan ini berhiaskan batu berbentuk bentol. Dengan mengambil bentuk hiasan tembok serta pelatarannya itulah, nama gedung ini terdengar unik, yaitu Gedung Bentol. (Bentol dari bahasa sunda; padanannya dalam bahasa Indonesia bentol juga, seperti bekas gigitan nyamuk).

Dua puluh sembilan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1983, semasa Presiden II Republik Indonesia, Soeharto, dua buah paviliun lainnya menyusul berdiri, yaitu Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.

Istana Kepresidenan Cipans juga pernah difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga oleh beberapa keluarga Gubernur Jenderal Belanda. Yang pernah menghuni bangunan itu adalah keluarga Andrias Cornelis de Graaf (yang masa pemerintahannya 1926 -1931), Bonifacius Cornelius de Jonge (1931), dan yang terakhir, yang bersamaan dengan datangnya masa pendudukan Jepang (1942), adalah Tjarda van Starkenborg Stachourwer.

Setelah kemerdekaan Indonesia, secara resmi gedung tersebut ditetapkan sebagai salah satu Istana Kepresidenan Republik Indonesia dan fungsinya tetap digunakan sebagai tempat peristirahatan Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya.

Istana Kepresidenan Cipanas ini juga mencatat peristiwa penting dalam sejarah garis haluan perekonomian Indonesia, yaitu bahwa pada tanggal 13 Desember 1965, Ruang Makan Gedung Induk, pernah difungsikan sebagai tempat kabinet bersidang dalam rangka penetapan perubahan nilai uang dari Rp1.000,00 menjadi Rp1,00, tepatnya pada masa Presiden Republik Indonesia Soekarno dan pada waktu Menteri Keuangan dijabat oleh Frans Seda.

Sesuai dengan fungsi Istana Kepresidenan Cipanas, tidak digunakan untuk menerima tamu negara. Namun, pada tahun 1971, Ratu Yuliana pun meluangkan waktunya untuk singgah di istana ini ketika berkunjung ke Indonesia.

Www.presidenri.com


SEJARAH KOTA YOGYAKARTA

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja tas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756 
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.

KEJADIAN-KEJADIAN YANG MENGUBAH SEJARAH

Penemuan mesiu
Pada abad ke-9, sekitar tahun 850 Masehi, sejumlah ahli kimia China berhasil menemukan bubuk mesiu atau peledak. Bubuk peledak tersebut merupakan hasil reaksi dari sulfur (S) atau belerang, arang, dan potasium nitrat. Bubuk mesiu lalu secara luas digunakan sebagai alat pembunuh dengan menggunakan pistol, senapan, dan granat. Sejak itu penemuan alat peledak melalui proses kimiawi terus berkembang hingga ditemukannya bom hidrogen (H) hingga ke penemuan nuklir—yang membayangi sejarah kemanusiaan karena dampaknya yang sungguh menghancurkan.

”Agora”

Istilah ini muncul pada era Yunani Kuno, menunjuk pada sebuah ruang publik di tengah kota, semacam pasar di mana warga kota bertemu satu sama lain. Di sana terdapat kegiatan perdagangan, diskusi antarwarga tentang berbagai topik menyangkut politik atau ide-ide besar seperti pemikiran Plato dan Aristoteles waktu itu. Agora merupakan bentuk sangat awal dari apa yang sekarang dikenal sebagai demokrasi—di mana semua orang bebas berpendapat.

Konsili Nice

Ketika Konstantin menjadi pemimpin Kristen pertama di zaman Kerajaan Romawi, dia berusaha menyatukan berbagai aliran agama dan kepercayaan melalui Konsili Nice. Tahun 325 Masehi Konstantin mengumpulkan 318 pemimpin agama Kristen, para bishop, dari seluruh wilayah kerajaan. Mereka mencari kesamaan pandangan pada isu-isu yang mereka hadapi. Konsili tersebut merupakan konsili pertama di dunia yang menyatukan gereja. Perkembangan agama Kristen kemudian banyak dipengaruhi oleh kesepakatan Konsili Nice.

Wabah sampar

Bencana besar yang tak hilang dari ingatan manusia di antaranya wabah sampar, Bubonic Plague atau Black Death, yang terutama menyerang Benua Eropa pada abad ke-14. Peristiwa itu membunuh sekitar separuh populasi Eropa—sekitar 75 juta orang yang lalu memicu perubahan sosial yang signifikan, naiknya gaji buruh dan goyangnya kepercayaan kepada gereja. Pada abad ke-21 ini, dunia digentarkan oleh perkembangan penyebaran influenza A akibat serangan virus H1N1 yang Kamis (11/6) lalu ditetapkan telah mencapai fase enam pandemi.

Penemuan gula

Gula, atau emas putih, telah mengubah sejarah. Pada awal abad ke-16, penemuan gula mendorong migrasi besar-besaran penduduk Afrika ke Amerika Serikat—mengawali zaman perbudakan. Kini penduduk Amerika rata-rata mengonsumsi 50 kilogram gula per tahun. Gula lalu terbukti memegang peran penting sebagai salah satu motor perekonomian dunia.

”The Declaration of Independence”

Deklarasi Kemerdekaan (The Declaration of Independence) yang ditandatangani Thomas Jefferson pada tahun 1776, yang menandai kemerdekaan Amerika Serikat dari kekuasaan Inggris, telah menginspirasi berbagai belahan dunia lain untuk merdeka atau lepas dari kekuasaan monarki. Deklarasi tersebut juga menginspirasi munculnya ide hak-hak asasi manusia.

Pendeta dan kacang polong

Pada abad ke-19, Abbot Gregor Mendel sukses membuka rahasia menurunnya sifat-sifat makhluk hidup. Dia membuat percobaan dengan kacang polong di sebuah biara di Austria. Percobaan dilakukan pada sejumput kacang polong yang dia silangkan satu sama lain. Perkembangan bioteknologi kini telah menyentuh aspek etika saat teknologi kloning dan sel punca ditemukan. Penemuan Mendel tidak langsung mendapatkan reaksi. Menjelang kematiannya dia berujar, ”Waktuku akan tiba.”

Ekspedisi Galapagos

Keanehan penampilan fisik binatang-binatang di Kepulauan Galapagos, seperti kura-kura raksasa, telah memicu rasa ingin tahu Charles Darwin yang kemudian menuliskannya dalam buku hariannya. Catatan tersebut menjadi dasar buku berjudul ”The Origin of Species” yang menandai lahirnya teori evolusi dengan ungkapannya yang terkenal ”the survival of the fittest” yang menjelaskan tentang perubahan secara perlahan dari suatu spesies hingga mencapai bentuk fisiknya sekarang melalui seleksi alam. Buku tersebut baru diterbitkan 20 tahun setelah pelayaran dan penelitian Darwin di Galapagos. Kini Galapagos telah ditawarkan sebagai salah satu tujuan wisata ilmiah.

12 detik di udara

Dua bersaudara dari Dayton, Ohio, AS, tak pernah menyangka bahwa keberhasilan mereka terbang dengan pesawat yang mereka bangun pada 17 Desember 1903 akan berkembang hingga peluncuran manusia ke angkasa luar. Wilbur dan Orville Wright ketika itu berhasil terbang selama 12 detik saja! Mereka terbang di atas tumpukan pasir di Kitty Hawk, Carolina Utara, AS. Sebelumnya manusia tidak pernah membayangkan akan bisa terbang di atas pesawat yang bobotnya jauh lebih besar dari udara dengan dipasangi mesin dan bisa dikendalikan. Wilbur dan Orville sukses menjelmakan mimpi tokoh mitos Yunani, Icarus, menjadi kenyataan. Kini kendaraan bermesin dipakai untuk mencari tempat hunian baru bagi manusia di angkasa luar hingga ke Planet Mars. Beberapa orang bahkan sudah mengecap piknik ke angkasa luar.

Bayi tabung

Sekitar 30 tahun lalu seorang bayi perempuan dilahirkan dari rahim seorang perempuan. Sekilas kelahiran tersebut merupakan kelahiran biasa, normal. Namun, kelahiran itu sebenarnya merupakan hasil dari pembuahan di luar tubuh manusia. Metode tersebut dikembangkan oleh ilmuwan Inggris, Louise Brown. Pada mulanya, hasil percobaan ”bayi tabung” tersebut memicu protes di berbagai belahan dunia, tetapi sekaligus mengubah pandangan akan kehidupan dan kemajuan sains. Metode tersebut telah menandai perubahan mendasar dalam perkembangan ilmu kedokteran.


Sumber : Www.indowebster.web.id

9 PEDANG NABI MUHAMMAD

1.Al Mat'thur

Juga dikenal sebagai 'Ma'thur Al-Fijar' adalah pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum dia menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahnya, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: 'Abdallah bin Abd al-Mutalib'.


2.Al Adb

Al-'Adb, nama pedang ini, berarti "memotong" atau "tajam." Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Dia menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.



3.Dhu Al Faqar

Dhu Al Faqar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.



4.Al Battar


Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai 'Pedangnya para nabi', dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : 'Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW'. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.



5.Hatf

Hatf adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang 'Al Battar' dari Goliath sebagai rampasan ketika dia mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk 'bekerja' dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan dia juga membuat senjatanya sendiri. Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Dia menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW

Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.



6.Al Mikhdham

Ada yang mengabarkan bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang dia pimpin di Syria.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: 'Zayn al-Din al-Abidin'.



7.Al Rasub

Ada yang mengatakan bahwa pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: 'Ja'far al-Sadiq'.



8.Al Qadib

Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat: "Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah - Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib." Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup

9.Qal'a

Pedang ini dikenal sebagai "Qal'i" atau "Qul'ay." Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata "qal'i" merujuk kepada "timah" atau "timah putih" yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika dia menemukan air Zamzam di Mekah.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: "Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah." Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.

Sumber : Www.indowebster.web.id

Faktor-Faktor Penyebab Keterbelakangan dan Kemiskinan Masyarakat Nias

Dalam masalah Suara Yaahowu (yang tidak terbit lagi) no. 4 Tahun 1 September 1996, Juliman Harefa mengutuip Suara Yaahowu edisi perdana (yang penulis tidak miliki) yang merangkum 7 hal penyebab keterbelakangan Nias. Ketujuh hal tersebut adalah: (1) tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata rendah, (2) cara berpikir yang masih tradisional dan konservatif, apatis dan anti hal-hal baru, (3) mentalitas dan etos kerja yang kurang baik, (4) keadaan alam yang kurang mendukung, (5) keterisoliran secara geografis dari pusat, (6) tiadanya potensi atau produk andalan, (7) rendahnya kinerja dan budaya korup aparatur pemerintah daerah.

Faktor-faktor di atas dapat diperdebatkan validitasnya karena sejumlah alasan berikut. Pertama, terlihat hubungan kausal dan sirkuler (berputar-putar) antara beberapa factor. Sebagai contoh, faktor pertama (tingkat pendidikan yang rendah) bisa menjadi penyebab (kausa) dari faktor kedua (cara berpikir tradisional dan konservatif); tetapi bisa juga sebaliknya (ingat kasus: telur-ayam-telur). Menurut hukum kausalitas, sebenarnya kedua factor itu tidak setara: yang satu menyebabkan yang lain, maka kedua faktor itu sebenarnya bisa dan harus direduksi menjadi satu, sementara yang lain hilang. Tetapi proses reduksi tidak mungkin karena adanya sifat sirkuler itu. Dengan demikian, kedua faktor tersebut gugur dengan sendirinya.

Kedua, dan ini lebih serius sifatnya: ada tiga faktor yang merujuk kepada “pengkambinghitaman” alam, yakni faktor (4), (5) dan (6). Hal ini agak mengherankan, sebab berbagai kasus besar sepanjang sejarah dunia menunjukkan hal yang sebaliknya: alam yang sering mengganggu, mengambuk dan tidak bersahabat justru menjadi pemicu dan pendorong lahirnya kreativitas manusia sepanjang zaman, pendorong lahirnya ilmu dan teknologi yang memungkinkan manusia tidak saja berhasil menjinakkan alam tetapi juga menaklukkannya. Dua dari begitu banyak contoh dapat dikemukakan di sini: Jepang yang terletak di daerah gempa (seperti juga Nias) dan miskin sumber daya alamnya dan Australia modern yang lahir dari perjuangan “para orang buangan bangsa Eropa” yang menantang alam “terra incognita” Australia.

Memang, seperti dikemukakan van Peursen dalam bukunya Strategi Kebudayaan (1980), ada tahap kebudayaan yang disebutnya tahap ontologis di mana manusia pasrah pada alam, tahap di mana manusia mencari jawaban ‘seadanya’ dari pertanyaan yang sering mengusik eksistensinya setiap saat. Pada tahap itulah, misalnya, masyarakat meyakini kausalitas antara bunyi gendang, tambur atau kentong yang dipukul dengan menghilangnya gerhana bulan. Hal (baca: tahap) itu masih dialami masyarakat Nias pada tahun 1970an ke bawah, bahkan masih dijumpai di sana sini hingga saat ini. Persoalannya adalah kita, yang bangga disebut kaum “intelektual”, kaum “terdidik” seperti masih berada dalam tahap ontologis itu.

Ketiga, kemiskinan adalah hal yang dapat dikuantifikasi, artinya hal yang dapat (dan mestinya) dinyatakan secara kuantitatif. Kita misalnya mengenal apa yang disebut sebagai pendapatan per kapita yang menjadi ukuran apakah masyarakat di daerah tertentu berada di atas, tepat pada atau di bawah garis kemiskinan. Dengan demikian, faktor-faktor penyebabnya pun mesti dapat dikuantifikasi. Dengan cara ini kita dengan mudah melihat bobot pengaruh dari masing-masing faktor terhadap pokok masalah (kemiskinan). Faktor-faktor yang dikemukakan di atas terlalu sulit (kalau tidak mustahil) untuk dikuantifikasi, sehingga kita tidak akan pernah bisa memunculkan suatu rujukan bersama daripadanya. Dengan demikian, membicarakannya saja sudah akan menggiring kita ke dalam suatu perdebatan yang melingkar-lingkar dan tak berkesudaan.

Keempat, dengan menggugat 5 (yaitu faktor no 1, 2, 4, 5, 6) dari ke 7 faktor yang dikemukakan di atas, rangkuman tersebut menjadi tidak relevan. Namun terlepas dari argumen ini, faktor ke 7 (rendahnya kinerja dan budaya korup aparat pemerintahan di daerah) semestinya tidak dimasukkan menjadi salah satu faktor penyebab keterpurukan. Faktor ke 7 justru seharusnya menjadi asumsi dasar atau prakondisi pembangunan itu sendiri: pembangunan daerah dilakukan oleh aparat pemerintahan daerah yang bersih, berkinerja tinggi, dan mempunyai visa dan misi yang jelas. Asumsi dasar atau prakondisi ini akan bisa direalisasikan oleh DPRD yang bekerja baik, jujur, berdedikasi tinggi, berwawasan luas, yang akan memilih untuk masyarakat Nias seorang pemimpin yang pada dirinya melekat asumsi dasar tadi.

Dalam kesempatan ini penulis mengemukakan beberapa hasil pengamatan dari hasil interaksi langsung dengan masyarakat yang menjadi ‘subjek’ dan sekaligus ‘objek’ amatan penulis. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan ada tujuh (tujuh) faktor radikal penyebab keterpurukan ekonomi masyarakat Nias. Faktor-faktor tersebut bukan hal-hal baru, bukan artifisial berupa hasil permenungan seorang ‘pengamat’, tidak juga asbtrak atau mengambang sifatnya. Sebaliknya, ia dengan mudah dapat diamati karena memancar dari wajah, diucapkan dengan lantang, terekspresikan secara bening dan polos, dan terkadang meluap dalam impuls-impuls kekecewaan yang ditunjukkan oleh masyarakat Nias dalam keseharian mereka.

Ketujuh faktor itu adalah: (1) perjudian yang merajalela, (2) biaya yang besar penyelenggaraan acara adat Nias, (3) kondisi usaha pertanian yang makin kritis, (4) pola ekonomi musim kemarau, (5) tiadanya lembaga keuangan terpercaya di desa-desa (6) harga barang-barang yang tak wajar, (7) minuman keras.

1. Perjudian yang merajalela
Barangkali saat ini agak ‘basi’ menuding judi sebagai salah satu penyebab kemiskinan masyarakat, karena untuk sementara (!) perjudian sudah merupakan “perihal masa lalu”. Namun perlu dikemukakan di sini, bahwa judi telah menjadi salah satu faktor penghancur kondisi sosial ekonomi masyarakat Nias yang paling efektif: ia merusak ekonomi, tatanan sosial dan mentalitas masyarakat. Berdasarkan penuturan seorang penjual kupon togel (toto gelap) kepada penulis, omzet penjualan sebesar Rp. 10 juta / malam di zaman boom nilam di suatu desa bukan sesuatu yang luar biasa. Dalam suatu perjalanan ke sebuah desa, supir kendaraan sewaan minta izin kepada penulis untuk berhenti sebentar karena ingin melihat nomor pelat kendaraan yang kebetulan terperosok ke dalam parit. “Mana tahu nomor polisi kendaraan tersebut membawa rejeki,” katanya sambil tersenyum puas. Fakta yang lebih menyedihkan lagi, ada aparat yang berbaju loreng di suatu desa dengan bangganya duduk-duduk di sekitar para penjudi “menyemangati” mereka yang sedang asyik beradu untung.

Kita tidak perlu meminta seorang ekonom untuk menghitung kehancuran ekonomis yang diakibatkan oleh judi; belum lagi ongkos sosial yang diakibatkannya seperti rusaknya generasi penerus, berantakannya tatanan nilai-nilai masyarakat (contoh kasus: pengurus gereja yang setiap minggu berdiri di depan mimbar mengkhotbahi jemaatnya, tetap setiap malam bersama jemaatnya membahas kode-kode togel).

Konsekuensi ril dahsyat yang diakibatkan judi hendaknya selalu menjadi peringatan bagi kita, dan terutama para penyelenggara pemerintahan di daerah untuk selalu waspada dan tidak lengah, sehingga ‘hantu’ ini tidak akan bangkit lagi. Agak ironis untuk senantiasa mendengung-dengungkan usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat di tengah situasi di mana faktor ril penghancur kesejahteraan masyarakat dibiarkan merajalela.

Seandainya saja pemerintah daerah agak ‘kreatif’, sebenarnya perjudian dapat diberantas secara efektif. Salah satu cara dari begitu banyak pilihan adalah: mengaitkan berbagai program pembangunan desa dengan ‘tingkat kebersihan’ suatu desa dari perjudian. Jangan sebaliknya, seperti diungkapkan sejumlah warga desa kepada penulis, bahwa di masa pengucuran dana IDT, judi pun merajalela karena uang IDT yang diterima ‘dipakai’ sebagai modal judi.

2. Biaya penyelenggaraan acara-acara adat yang besar
Biaya yang berkaitan dengan penyelenggaraan acara-acara adat di Nias boleh dimasukkan sebagai salah satu faktor penyebab keterpurukan ekonomi masyarakat Nias. Perkawinan, kematian, kunjungan ke ‘si tengan bõ’õ’ adalah contoh-contoh konkrit perhelatan adat yang membawa konsekuaensi ekonomi yang serius. Seorang warga dalam suatu perbincangan santai dengan penulis menyampaikan dengan sedikit bangga bahwa pada masa “boom nilam”, dia berhasil menikahkan seorang puteranya dengan biaya sebesar Rp 25.000.000- “Itulah bekas yang masih melekat pada keluarga saya dari usaha nilam,” sambil mengeluhkan bahwa kini kehidupan keluarganya begitu susah, hanya tergantung dari tetesan-tetesan getah pohon havea yang tidak lagi produktif. Pasca ‘boom nilam”, biaya pesta perkawinan “menurun” menjadi rata-rata 12 – 20 juta. Tidak mengherankan bahwa perkawinan menjadi pintu gerbang menuju kemiskinan bagi tidak sedikit masyarakat desa di Nias. Hal yang sama dijumpai pada upacara-upacara adat yang lain, semisal “kematian orang tua”. Tidak jarang, demi menjaga harga diri keluarga di mata masyarakat, anggota keluarga yang ditinggalkan tidak segan-segan meminjam uang dengan bunga tinggi atau menggadaikan barang-barang berharga yang dimiliki, seperti tanah atau tanaman kepada para rentenir desa.

Persoalan ini agak sensitif sifatnya karena menyangkut budaya yang telah begitu mengakar. Namun terhadap hal ini, sesuatu harus dilakukan, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pendekatan manusiawi kepada masyarakat akan bisa meluluhkan kekerasan hati mereka dalam kebiasaan ini.

Ini tidak berarti bahwa sebuah keluarga ‘dilarang’ mengeluarkan biaya besar untuk menikahkan putra/putirnya. Bukankah di kota-kota besar juga kita biasa menyaksikan biaya pesta perkawinan yang mencapai puluhan atau seratusan juta? Masalahnya adalah: biaya itu seharusnya disesuaikan dengan tingkat ekonomi keluarga yang terlibat. Lagi pula, pesta yang melibatkan orang-orang Nias yang relatif sudah maju, seharusnya meniru pola pesta di daerah-daerah lain, yang melibatkan kedua belah pihak (keluarga pengantin laki-laki dan perempuan) untuk membiayai pesta. Dengan demikian kelihatan juga bahwa kemajuan pola pikir dan keluasan wawasan berpengaruh terhadap tradisi secara positif.

3. Kondisi Usaha Pertanian/Peternakan Yang Makin Kritis
Hingga sekitar awal 1970an, kondisi tanah pertanian di Nias masih sehat dan kaya akan hara yang dibutuhkan tanaman, baik persawahan maupun perkebunan. Hal ini terlihat dari melimpahnya hasil-hasil pertanian saat itu. Panen ubi kayu atau ubi jalar misalnya, selalu menghasilkan umbi yang besar dan bermutu baik; hal yang kontras dengan keadaan sekarang di mana orang menanam ubi, bukan lagi untuk mendapatkan umbinya tetapi hanya untuk mendapatkan daunnya untuk makanan ternak. Demikian halnya dengan usaha persawahan yang akhir-akhir ini dirasakan sebagai beban ketimbang peluang ekonomi oleh kebanyakan warga karena berbagai faktor: ketidaksuburan tanah, merajalelanya hama yang terlalu sulit untuk dikendalikan, serta harga-harga sarana produksi pertanian yang tak terjangkau oleh masyarakat.

Kondisi yang sama menyedihkan terjadi pada usaha peternakan, khususnya peternakan babi, yang menjadi produk andalan daerah Nias hingga tahun 1960an. Untungnya (atau ironisnya) inisiatif untuk menggerakkan dan mengangkat kembali potensi ini lebih banyak diambil alih oleh lembaga swadaya masyarakat (lebih tepat: lembaga swadaya yang dikelola oleh lembaga keagamaan), sementara inisiatif pemerintah daerah yang memiliki dinas khusus untuk itu sangat minim (hampir tidak ada). Dari pengamatan langsung ternyata bahwa barulah melalui lembaga swadaya tadi para peternak mengenal vaksinasi secara cukup meluas.

4. Sistem Ekonomi Musim Kemarau
Sistem ekonomi musim kemarau dimaksudkan sebagai sistem perekonomian masyarakat Nias yang mengandalkan pendapat dari karet yang hasilnya hanya dapat diperoleh pada musim kemarau. Dalam sistem ekonomi musim kemarau, masyarakat hidup dalam dua “musim”: musim kemarau yang diasosiasikan dengan masa dapur mengepul dan musim hujan yang diasosiasikan dengan paceklik. Sistem ekonomi musim kemarau secara tak sengaja telah menyeret masyarakat Nias ke dalam kehidupan ekonomi yang melingkar: ia tak pernah melewati level kehidupan yang layak. Andaikan pun berlangsung kemarau panjang, pada periode mana para petani karet mendapat penghasilan yang lebih dari cukup, mereka seperti tak berdaya menyisihkan sebagian dari penghasilan untuk bekal pada musim hujan. Secara terus terang beberapa petani mengaku bahwa “musim hujan yang panjang telah membuat kami begitu menderita, sehingga ketika musim kemarau tiba, malau mbalõma, (artinya mereka ‘balas’ dengan ‘bersenang-senang’ ketika uang cukup atau bahkan berlebih.

Pimpinan daerah periode mendatang harus melakukan sesuatu terhadap ‘sistem ekonomi musim kemarau’ ini. Ia harus bisa memutus siklu ini atau sekurang-kurangnya memperkenalkan cara penanganan yang secara gradual tetapi meyakinkan akan bisa memutus siklus itu.

5. Tiadanya lembaga keuangan yang menampung tabungan masyarakat di desa-desa
Selama puncak krisis moneter antara akhir 1997 hingga awal 1998, ternyata masyarakat tani Nias meraup begitu banyak uang dari ‘rejeki nomplok’ nilam yang harganya melambung tinggi secara tiba-tiba. Sayang, tidak ada inisiatif dari pemerintah daerah untuk memanfaatkan momentum ini untuk menggalakkan tabungan masyarakat. Akibatnya, masyarakat mengalami shock yang luar biasa dengan uang yang begitu banyak. Uang yang banyak itu menguap begitu saja untuk berbagai hal yang sangat tidak produktif: judi, mabuk-mabukan, belanja barang yang tak perlu, dan sebagainya. Seandainya saja saat itu ada himbauan (bahkan kalau perlu ‘paksaan’) untuk menabung, maka mungkin masyarakat kita tidak semelarat sekarang ini, atau minimal: belajar dari keadaan itu untuk selalu menyisihkan sebagian dari pendapatannya saat ini untuk bekal masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.

Kita tidak dapat menyalahkan masyarakat desa dalam hal ini. Ketrampilan mereka mengelola uang sangat terbatas, yang diakibatkan antara lain oleh rendahnya pendidikan dan juga karena terbatasnya aktivitas ekonomi di desa. Tetapi penyebab utama sebenanrnya ialaha tiadanya lembaga keuangan yang terpercaya (bukan rentenir) seperti bank yang menjangkau desa-desa. Dengan demikian, masyarakat desa hanya mampu mengelola keuangannya secara tradisional: membeli tanah, meminjaman uang, atau menambah konsumsi. Akibatnya, pendapatan lebih masyarakat tidak pernah dimanfaatkan untuk mengantisipasi paceklik, apalagi untuk meningkatkan kemampuan berusaha.

Pengamatan faktual di lapangan menunjukkan bahwa umumnya “kejayaan ekonomi” masyarakat desa pada umumnya hanya pertahan selama satu generasi, artinya kemakmuran ekonomi orang tua tidak dapat diteruskan ke dan oleh anak-anaknya, apalagi cucu-cucunya. Hal ini terkait dengan ‘manajemen keuangan tradisional’ tadi.

6. Harga barang-barang yang tak wajar
Secara kebetulan penulis mendapati bahwa harga barang-barang tertentu di toko-toko Gunungsitoli bisa mencapai dua kali lipat dari harga barang yang sama di Medan. Ini berarti, masyarakat Nias ‘dipaksa’ membeli barang dengan harga yang tidak wajar. Sebagai contoh, pompa air listrik untuk keperluan rumah tangga dengan kapasitas 125 watt bisa mencapai Rp. 250.000.- di Gunungsiotli sementara di Medan, bisa didapat dengan harga Rp 110.000 – Rp 125.000.- (kondisi harga awal Maret 2000). Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah Pemda menerapkan pajak yang begitu tinggi kepada pedagang atau pengusaha, ataukah pedagang yang mengambil keuntungan yang ‘mencekik’ masyarakat? Ataukah pedagang mengeksploitasi secara maksimal ‘keluguan’ orang-orang desa sehingga mematok harga barang semaunya? Hal yang terakhir ini ternyata klop dengan penuturan masyarakat, bahwa pada masa ‘boom nilam’ harga barang-barang liar tak terkontrol. Pedagang bisa saja berdalih bahwa hukum ‘permintaan dan penawaran’ dengan mudah menjelaskan hal ini. Akan tetapi hal ini tidak dapat diterima akal sehat, karena dalam keadaan kondisi normal pun (tingkat permintaan yang normal) hal itu tetap menjadi praktek sehari-hari. Hal ini perlu menjadi perhatian amat serius dari pemerintah daerah, karena melalui praktek dagang yang abnormal ini, masyarakat Nias secara langsung telah dikurangi daya belinya secara drastis yang berarti ‘pemiskinan’ masyarakat secara terang-terangan.

Hal ini juga berkaitan langsung dengan maju tidaknya usaha pertanian di Nias. Melambungnya harga berbagai sarana produksi pertanian dan peternakan akan membuat petani Nias malas mengusahakan lahan pertanian dan peternakannya.

7. Minuman Keras
Di samping beo Nias, barangkali faktor lain yang membuat Nias dikenal adalah minuman keras. Minuman keras bagi produsennya adalah sumber penghidupan, tetapi bagi yang lain merupakan sumber malapetaka. Ia menjadi pembunuh yang tak mengenal ampun yang akhirnya meinggalkan begitu banyak janda tak berdoa. Bukan itu saja, ia langsung mempengaruhi produksitivitas ekonomi sebuah keluarga atau sebuah desa.

Kuantifikasi pengaruh faktor-faktor di atas
Kuantifikasi dari pengaruh langsung faktor-faktor di atas terhadap pendapatan per kapita masyarakat Nias dapat dilakukan. Sebagai contoh, studi terhadap pengaruh faktor judi terhadap kemerosotan pendapatan masyarakat dengan mudah dapat dilakukan melalui wawancara. Tanpa terlalu banyak bersusah payah, para istri atau anak akan dengan mudah ‘melaporkan’ berapa ayah atau suaminya ‘menilep’ uang hasil penjualan karet, coklat, atau nilam setiap minggu. Hal yang sama dapat dilakukan untuk meneliti dampak faktor-faktor lain terhadap pendapatan per kapita masyarakat desa.

Pengakuan kita
Barangkali pertanyaan sinis berikut akan telontar: Apakah pembenahan di bidang pendidikan, prasarana jalan, irigasi, pembangunan akhlak, mental, moral, dsb tidak diperlukan ? Bukankah faktor-faktor yang dikemukakan penulis di atas hanya ‘bagian kecil’ dari permasalahan pembangunan daerah Nias? Ada sejumlah jawaban terhadap pertanyaan ini. Pertama, faktor-faktor yang dikemukakan di depan ibarat benalu yang sedang menggerogoti ‘pohon pembangunan Nias’. Selama benalu tersebut masih hidup dan berkembang subur, pohonnya akan sulit berkembang, bahkan tinggal menunggu kematian. Kedua, keterpurukan masyarakat Nias sudah sedemikian parah sehingga hal-hal yang bersifat ideal untuk sementara tidak relevan. Ketiga, kemampuan dan kesungguhan penyelenggara pemerintah daerah untuk melaksanakan program pembangunan akan dengan mudah dinilai dari kemampuannya mengatasi hal-hal ‘kecil’ sebagaimana dikemukakan di atas, di mana beberapa di antaranya tidak memerlukan ‘dana proyek’ yang besar.

Jadi, sebenarnya kita tidak perlu bersusah payah bersarasehan, berseminar dan sebagainya untuk ‘menghimpun berbagai konsep pemikian”, untuk “menyamakan visi dan persepsi”, untuk “menyusun strategi” … dan segala macam aksi ‘intelektual’ lainnya. Permasalahan telah ada di depan mata, sebagaimana diuraikan di depan, yang menunggu aksi nyata kita. Yang perlu adalah pengakuan kita semua bahwa inilah masalah yang sedang kita hadapi bersama, dan bahwa di masa lalu kita seringkali menutup mata terhadapnya. Bahkan, untuk menghindar dari rasa bersalah, kita seringkali memformulasikan kembali faktor-faktor tersebut sedemikian sehingga menjadi sesuatu yang abstrak sifatnya, tidak lagi ‘seadanya’ karena kita bungkus dan kemas dengan istilah-istilah ‘ilmiah’ yang malah melahirkan keracnuan-kerancuan baru.

Formula 5 D
Dengan sedikit kreatif dan proaktif, persoalan-persoalan di atas bukan mustahil dapat diatasi. Strategi khusus tidak dibutuhkan untuk menanganinya, sebab faktor-faktor di atas nyata, kasat mata dan dampaknya dirasakan langsung setiap hari oleh masyarakat Nias. Persoalan utama (atau secara positif: modal utama) adalah: niat yang baik, cara pendekatan yang baik, perencanaan program pembangunan serta implementasi yang baik. Dari pihak masyarakat, modal utama itu ada dan amat besar, yaitu: masyarakat Nias sudah lama berharap agar keterpurukan ini segera berakhir.

Siapapun yang akan menjadi Bupati Nias periode mendatang kelak, akan menghadapi berbagai tantangan karena begitu rumitnya masalah pembangunan di daerah Nias. Maka janganlah ia berpretensi akan mampu menyelesaikan berbagai masalah itu dalam periode kepemimpinannya. Demi efektivitas, dia harus berani menetapkan prioritas-prioritas yang tajam dengan mempertimbangkan dan mengelola secara optimal sumber daya yang ada dan sangat terbatas itu. Dan memang, di sinilah kuncinya: ia harus bisa mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah dan menawarkan solusi masalah. Ia tak akan pernah bisa memecahkan masalah apabila ia sendiri belum bisa mengidentifikasi dan merumuskan masalah secara jernih dan tepat. Beberapa faktor yang dikemukakan di depan dapat ditanggulangi tanpa harus mengeluarkan begitu banyak biaya, tetapi pengaruhnya diyakini cukup besar terhadap usaha mengangkat masyarakat Nias dari keterpurukan yang berkepanjangan.

Bagi Bupati periode mendatang dan jajarannya, yang terpenting adalah menerapkan formula 5D dalam melaksanakan amanat rakyat Nias, yaitu: Datang, duduk, Diam, Dengan, dan Dukung (bukan Duit).

Datang
Datanglah kepada masyarakat, kunjungilah mereka, sapalah mereka secara manusiawi. Tetapi jangan datang hanya saat menjelang pemilu misanya, sebab mereka tahu: Bapak Bupati mau kampanye (bohong) lagi, menjanjikan ‘matahari’ atau ‘bulan’. Datanglah di saat-saat mereka sangat membutuhkan: ketika wereng coklat menyerang persawahan mereka, ketika ternak mereka mati massal, ketika jembatan di desa mereka ambruk (sambil menjelaskan secara jujur mengapa ambruk – dan sebisa mungkin, jangan menuding alam). Jangan menunggu mereka datang dengan segala keluh-kesah di depan gerbang pendopo, sebab mereka penuh lumpur yang kotor yang menyebarkan bau yang menyengat.

Duduk
Jangan hanya datang dan berdiri sebentar “berhalo ria’ lalu pulang. Tetapi duduklah bersama mereka di tempat keseharian mereka: di pematang sawah, di kandang babi, di depan kolam ikan mereka, bukan di kursi yang telah disiapkan di balai pertemuan desa.

Diam
Diamlah, tinggallah bersama-sama dengan mereka, artinya datanglah dengan ketulusan, bukan sekedar basa-basi dan sediakanlah cukup waktu untuk mengenal dan dikenal secara akrab oleh mereka.

Dengar
Apabila mereka sudah betul-betul yakin bahwa yang datang, duduk, dan diam bersama mereka adalah “sahabat” dan bukan “penguasa” yang menakuti-nakuti atau membentak mereka, barulah masyarakat Nias mulai berbicara terbuka, polos dan terus terang. Pada saat itulah: dengarkanlah mereka. Mereka muak dengan petunuk-petunjuk, nasehat-nasehat serta pengarahan-pengarahan yang biasa disampaikan dalam ruang pertemuan desa. Ingat, mereka selama ini sudah begitu banyak dikuliahi, maka kini biarlah mereka memberi ‘kuliah’. Hanya dengan cara ini, Anda mengetahui apa masalah, ganjalan, kekecewaan, keinginan dan harapan mereka. Maka pancaran wajah polos mereka akan mengatakan ini: selamatkan kami dari judi, turunkan harga barang agar mampu kami beli, pulihkan kesuburan lahan pertanian kami, sediakan obat-obatan untuk ternak kami, putus siklus ekonomi musim kemarau yang membuat kehidupan kami berjalan di tempat, larang minuman keras agar suami dan anak-anak kami jangan mati muda, dirikan bank atau lembaga keuangan yang terpercaya (bukan rentenir dengan bunga tinggi yang mendorong kami untuk meminjam dan meminjam terus) di desa kami … dan seterusnya.

Bagi mereka, Anda adalah segala-galanya. Dan bagi Anda, mereka bukanlah beban ! Mereka harus menjadi sumber inspirasi dalam menyusun konsep pembangunan Anda dan langkah-langkah implementasinya.
oleh : E.Halawa

Template by : kendhin x-template.blogspot.com