Selasa, 28 Mei 2013

AKU TIDAK MALU MENJADI ORANG INDONESIA

Aku tidak malu jadi orang Indonesia …
Biar orang bilang apa saja, biar, biar …
Indonesia negara paling korup di dunia
Indonesia negara gagal
Indonesia negara lemah
Indonesia melanggar HAM
Elite Indonesia serakah harta dan kekuasaan
Presiden-presiden Indonesia dilecehkan humoris
Dengarlah, Bung Karno dimanfaatkan komunis
Pak Harto dimanfaatkan putra-putrinya
Habibie dimanfaatkan konco-konconya
Gus Dur dimanfaatkan tukang pijitnya
Megawati dimanfaatkan suaminya
Catatlah, Bung Karno menciptakan keamanan dan persatuan bangsa
Pak Harto menciptakan kemakmuran bangsa dan keluarganya
Habibie menciptakan demonstrasi
Gus Dur menciptakan partai kebangkitan bangsa
Megawati menciptakan kenaikan-kenaikan harga
Alah mak, Bung Karno turun dari presiden karena Supersemar
Pak Harto turun dari presiden karena superdemo
Habibie turun dari presiden karena supertransisi
Gus Dur turun dari presiden karena superskandal
Megawati turun-temurun jadi presiden
Maka Anda tahu sekarang kenapa
Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Indonesia punya istilah-istilah khas di dunia korupsi
Ada ahli gizi yang Nurcholis Madjid tidak mampu penuhi
Ada istilah angpao untuk uang atensi
Ada amplop untuk bikin kocek tebal berisi
Ada saweran duit untuk membayar pengacara hitam dan menyuap aparat hukum
Ada prosedur untuk menilep uang rakyat dan institusi dilakukan
beramai-ramai oleh gubernur, bupati, walikota, anggota DPRD dan DPR
Ada tren yang kuat menguasai kaum koruptor
Simaklah sejarah bangsa dan Tanah Air
Semenjak dulu zaman kompeni
Pegawai VOC kirim laporan Kepada Heren Zeventien di Tanah Wolanda
Elke Regent Heeft zijn Chinees
Tiap Bupati punya orang Cinanya
Maknanya jelas pejabat feodal dihidupi pedagang Cina
Syahdan, Susuhunan Amangkurat II dari Mataram
Mengutus misi sembilan duta ke Batavia
Minta kepada Bapak Kompeni
Agar dikirimi cinderamata
Mulai dari ayam Belanda, kuda Persia hingga gadis Makassar
Jangan lupa putri Cina untuk jadi selir Raja
Kraton Kartasura menebar bau korupsi, seks dan duit
Ditambah intrik-intrik kalangan pangeran
Bagaimana kerajaan tidak akan binasa?
Itulah warisan sejarah dari generasi ke generasi
Sehingga yang tampak kini di bumi persada Pertiwi
Adalah kiriman genetik kepada kita semua
Anda dan aku tidak terlepas dari hukumnya
Maka Anda tahu sekarang kenapa
Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Sebab memang begitulah nasibku
Kismet, kata orang bijak-bestari
Korupsi adalah sejenis vampir
Makhluk halus bangkit kembali dari kubur
Kemudian keluar pada malam hari
Dan mengisap darah manusia yang sedang tidur
Di layar film Hollywood wujudnya adalah Count Dracula yang bertaring
Diperankan aktor Bela Lugosi
Vampir yang hilang kesaktiannya bila terkena sinar matahari
Akan tetapi drakula-drakula Indonesia tetap perkasa
Beroperasi 24 jam, ya malam ya siang mencari korban
Sehingga sia-sialah aksi melawan korupsi membasmi drakula
Yang telah merasuki rongga dan jiwa aparat negara
Yang membuat media memberitakan
Akibat bisnis keluarga pejabat, Tutut-Tutut baru bermunculan.
Aku orang terpasung dalam terungku kaum penjarah harta negara
Akan aneh bila berkata aku malu jadi orang Indonesia
Sorry ya, Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Kuhibur diri dengan sajakku magnus opus karya sang Empu
Sajak pendek yang berbunyi:
Katakan beta
Manatah batas
Antar gila Dengan waras
Sorry ya, inilah puisiku melawan korupsi
Siapa takut?


sumber :http://www.resensi.net/aku-tidak-malu-jadi-orang-indonesia/2007/02/
Aku Tidak Malu Jadi Orang Indonesia oleh H Rosihan Anwar, Penulis adalah seorang wartawan senior
(Dibacakan pada acara Deklamasi Puisi di Gedung Da’wah Muhammadiyah di
Jakarta, 31 Desember 2004. Juga dibacakan dalam acara pertemuan keluarga
wartawan senior di rumah penulis pada tanggal 9 Januari 2005, di Jakarta)

PENGERTIAN HAK MENURUT AGAMA ISLAM

Pengertian Hak
Hak berasal daripada kalimah Arab ‘al-Haq’. Menurut pengarang kamus Al-Muhit, Haq adalah nama atau sifat Tuhan atau Al-Quran. Ia bermakna ‘kebenaran’ yang menjadi lawan kebatilan. Ia juga bermakna keadilan, Islam, raja atau kerajaan yang wujud dan tetap. Perkataan jamaknya (plural) ialah ‘al-Huquq’.
Dari sudut bahasa, hak membawa lebih daripada lapan maksud:
Pertama - Allah s.w.t. sepertimana yang disebutkan dalam firman Allah (Al-           Mukminun ayat 71):

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ

Kedua - Sifat Allah (Al-An’am ayat 62):
ثُمَّ رُدُّواْ إِلَى اللّهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ

Ketiga - Keadilan (Ghafir ayat 20):
وَاللَّهُ يَقْضِي بِالْحَقِّ

Keempat - Islam (Al-Baqarah ayat 119):
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا

Kelima - Kebenaran (Sad ayat 84):
قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ

Keenam - Yakin atau keyakinan yang benar (Adz-Zariyat ayat 23):
فَوَرَبِّ السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِّثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنطِقُونَ

Ketujuh - Hikmah atau kebijaksanaan (Ibrahim ayat 19):
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِالْحقِّ

Kelapan - Habuan, peruntukan iaitu sesuatu yang anda berhak mengenainya        (Hud ayat 79)
قَالُواْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ
(Al-Ma’aarij ayat 24-25):
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ
لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Menurut istilah para fuqaha’ mutakhir, hak bermakna suatu hukum yang thabit untuk seseorang. Namun  definisi ini dianggap tidak jami’ dan mani’, justeru semua hak adalah hukum namun bukan semua hukum boleh dikira hak. Syeikh Ali Khafif  mentakrifkannya sebagai:
"انه مصلحة مستحقة شرعا"
“Kepentingan yang dipunyai oleh seseorang menurut syarak.”
Menurut Dr Mustafa Zarqa, ia adalah wewenang yang diperakukan oleh syarak samada merupakan kuasa atau arahan.
"اختصاص يقرر به الشرع سلطة او تكليفا"
Pakar undang-undang mendefinisikannya sebagai maslahah atau kepentingan yang dilindungi oleh undang-undang 
Jenis-jenis Hak.
Hak dari sudut pandangan fuqaha’ dikategorikan berdasarkan dua sudut; dari sudut pemiliknya atau tempatnya.
Hak dari sudut pemiliknya terbahagi kepada empat:
a)    Hak Allah semata-mata ialah hak yang diperakukan untuk kepentingan semua dan bukan untuk orang tertentu. Ia diperakukan untuk kepentingan masyarakat umum. Hak ini dihubungkaitkan dengan Allah bagi menegaskan kepentingannya. Hanya dengan kehadiran hak seperti ini masyarakat boleh kekal dan sejahtera. Pengabaiannya atau perbuatan mencerobohinya menyebabkan keruntuhan dan kemusnahan masyarakat berkenaan.
Berdasarkan pengamatan hak Allah semata-mata ini, ia terbahagi kepada lapan:
1.    Ibadah semata-mata seperti solat, zakat dan jihad.
2.    Ibadah yang merangkumi makna ‘Ma’unah’ atau sesuatu amaun (harta) seperti zakat fitrah.
3.    ‘Ma’unah’ atau amaun yang merangkumi makna ibadah atau qurbah; pendekatan diri kepada Allah seperti kewajipan mengeluarkan ’Usyur.
4.    ‘Ma’unah’ yang merangkumi makna hukuman seperti al-Kharaj.
5. Hak yang berdiri sendiri atau thabit dengan sendirinya tanpa bergantung kepada tanggungan sesiapa seperti Khumus al-Ghanaaim, al-Kanz dan al-Ma’aadin.
6. Hukuman sepenuhnya seperti hudud zina dan ta’zir.
7.    Semi hukuman, seperti mengharamkan pembunuh daripada mendapat harta-pusaka orang yang dibunuhnya. Ia dinamakan ‘semi hukuman’ kerana hukuman berkenaan merupakan hukuman kewangan dan ia tidak menyakiti fizikal orang berkenaan atau merampas harta yang ada di bawah miliknya.
8.    Hak yang merangkumi makna ibadah dan hukuman seperti (membayar) pelbagai jenis Kaffarah.

b)    Hak Mutlak Manusia. Hak kategori ini banyak;  termasuk hak yang terbit kerana akad (contract), atau hak yang terbit kerana merosakkan harta orang lain dan hak-hak lain yang merangkumi manfaat duniawi.
c)    Hak berkongsi di mana hak Allah lebih utama iaitu apabila hak jemaah atau kolektif lebih menonjol daripada hak individu. Fuqaha’ menampilkan contoh hak ini seperti ‘Haddul Qazf’. Dari sudut ia bertujuan melindungi nama baik orang dan mencegah perkelahian di kalangan mereka, maka ia merealisasi hak atau kepentingan umum. Namun dari sudut ia membersihkan nama orang yang tertuduh daripada aib yang cuba dipalitkan kepadanya, maka ia merealisasi kepentingan individu. Namun kepentingan masyarakat atau umum lebih penting dan utama dalam hal ini.
d)    Hak yang dikongsi bersama namun hak individu lebih menonjol atau menyerlah. Fuqaha’ menampilkan contoh dengan hak Qisas; di mana hak individu lebih utama diberi perhatian memandangkan usaha menjaga perasaan keluarga mangsa yang dibunuh lebih penting daripada menjaga hak masyarakat.
Kedua, klasifikasi hak merujuk kepada tempat. Syeikh Ali Al-Khafif menegaskan bahawa yang kita maksudkan dengan ini ialah bagaimana hak itu dilembagakan di luar (pemikiran). Dengan perkataan lain ia adalah zat hak itu sendiri di mana ia dinisbahkan dengan yang memiliki hak tersebut, seperti hak milik. Pemilikan adalah tempat hak berpaut di alam luar.
Umumnya boleh dikatakan bahawa hak menurut tempatnya terbahagi kepada beberapa bidang. Antaranya seperti hak yang berkaitan dengan harta seperti hak berkaitan dengan urusan keluarga, hak berkaitan dengan ibadah atau hak yang berkaitan dengan  urusan masyarakat umum dan sebagainya.
Hak dalam Fikah Islam mengandungi makna yang luas termasuk hak kebebasan. Kebebasan umum merupakan sebahagian daripada hak. Jadi, kalau disebut perkataan hak dalam Fikah Islam, ia mungkin bermakna hak Mal atau hak Allah, atau hak peribadi atau pelbagai jenis kebebasan berdasarkan makna yang dimaksudkan.
Hak-hak Manusia
Menurut Dr Wahbah Al-Zuhaili:
Hak-hak insan ialah himpunan beberapa hak tabi’i yang dimiliki oleh seseorang yang sangat berkait rapat dengan kewujudan tabi’inya; yang diperakukan secara alami walaupun belum diiktiraf atau yang dicerobohi oleh mana-mana kuasa. Ia merangkumi hak asasi seperti hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dalam segala bentuknya, hak politik dan sivil, hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya, hak mereka untuk merdeka, hak untuk mempunyai identiti bangsa, hak berpendapat, hak menyatakan pendapat, hak beragama, hak belajar dan mendapat pendidikan, hak ekonomi dan sosial, hak milik khusus, hak bekerja dan menjawat jawatan umum, hak mendapat rawatan kesihatan dan sosial, hak mendapat jaminan dan perlindungan negara, hak keibubapaan, hak kanak-kanak, hak remaja dan belia untuk mendapat asuhan, hak kekeluargaan, hak tempat tinggal dan lain-lain.
Beliau menegaskan, ‘al-Karamah al-Insaniah’ atau prinsip menghormati martabat keinsanan dan maruah manusia adalah sumber hak asasi. Apabila wujudnya penghargaan terhadap karamah insaniah itu bermakna adanya tanda keinsanan manusia berkenaan yang membedakannya daripada binatang.
Sejarah Hak Asasi Manusia
Menurut Al-Zuhaili lagi, Islam sebagai agama yang bersumberkan kepada bimbingan Ilahi adalah agama yang mula-mula mengisytiharkan prinsip-prinsip kebebasan dan hak-hak asasi manusia, baik secara teori mahupun secara amali. Dunia baru menyedari hak-hak ini dan sibuk membicarakan persoalannya pada penghujung kurun ke-18 masihi.
Islam telah mengisytiharkan sejak awal era kemunculannya tentang prinsip melindungi maruah dan karamah insaniah yang membibitkan hak-hak seperti kebebasan atau kemerdekaan dan kesamarataan. Allah berfirman dalam surah Al-Isra’ ayat 70:
Sesungguhnya Kami telah memuliakan (status) anak-anak Adam.”
Firman-Nya lagi dalam surah At-Tiin ayat 4:
(Pada hakikatnya) Kami telah mencipta manusia dengan sebaik-baik kejadian.”
Rasulullah bangun berdiri menghormati jenazah orang kafir yang melintasi baginda. Sahabat mengatakan kepada baginda: “Jenazah itu hanyalah jenazah seorang Yahudi.” Baginda lantas menjawab: “Bukankah dia juga seorang manusia?”
Pada penghujung kurun ke-18 masihi, muncul gerakan yang mendesak agar dilembagakan dalam perundangan hak-hak asasi manusia oleh golongan ahli fikir dan ahli falsafah seperti Jean-Jacques Rousseau, Montesquiue dan Didro daripada kalangan penggerak revolusi Perancis. Revolusi ini akhirnya telah menggubal suatu piagam hak-hak insan dan warganegara Perancis. Piagam ini telah diluluskan dalam parlimen mereka pada 26 Ogos 1789. Kandungannya telah dicantumkan dalam mukadimah perlembagaan Perancis yang pertama yang telah disahkan pada tahun 1791.
Selepas Perang Dunia Pertama, kecenderungan untuk memperkasa kehadiran pengiktirafan terhadap hak-hak manusia terserlah dalam tiga aliran tindakan:
Pertama: Mengadakan perjanjian antara bangsa untuk melindungi hak-hak manusia; umpamanya perjanjian membanteras perdagangan hamba sahaya, sistem dan protokol diplomatik, termasuk pembentukan Pertubuhan Bangsa-bangsa.

Kedua: Pengukuhannya melalui Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu. Pertubuhan ini akhirnya telah menampilkan ‘The Universal Declaration of Human Rights’ (UDHR - 1948) yang mengandungi pengantar dan 30 ceraian fasal. Ia juga telah menampilkan ‘International Covenant on Civil and Political Rights’ (ICCPR - 1976) dan ‘International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights’ (ICESC - 1976).

Ketiga: Terbentuknya pertubuhan serantau yang membela hak-hak asasi manusia. Umpamanya Majis Negara-negara Eropah telah meluluskan persefahaman mereka mengenai isu hak asasi manusia dalam bulan September 1952.

Negara-negara Islam dalam OIC di Persidangan Tehran 1989 pula telah meluluskan Perisytiharan Islam Sedunia Mengenai Hak-hak Asasi Manusia yang mengandungi 25 fasal.

Pada dasarnya, banyak daripada pernyataan dan akuan yang disebutkan dalam perisytiharan hak asasi manusia sedunia itu tidak bercanggah dengan Islam, kendatipun ada beberapa perkara kekecualian yang wujud kerana perbedaan agama dan sebagainya dalam negara tertentu. Sebagai contoh, Islam tidak memperakukan nasab keturunan melalui perzinaan, homoseksualiti, perkahwinan sejenis atau pernikahan wanita Muslimah dengan lelaki kafir dan sebagainya. Kekecualian tersebut diperuntukkan kerana ketentuan undang-undang setempat atau undang-undang dalaman demi ketenteraman umum dan  keselamatan negara.
Pertentangan Antara Pengungkapan Teori dan Realiti
Pernyataan tentang perlunya hak dan kebebasan manusia dihormati hampir keseluruhannya ada dalam kebanyakan perlembagaan negara-negara di dunia ini dan piagam antarabangsa. Dasar Islam Hadhari umpamanya diketengahkan dengan sepuluh prinsip yang sangat muluk. Namun, realitinya tidak seindah ungkapan teoritisnya.
Dunia kini sedang diserang keganasan penjajahan baru yang berdalih dengan alasan memerangi keganasan. Berpuluh-puluh ribu orang Islam di seluruh dunia telah dan sedang dianiaya; di Palestin, Afghanistan, Iraq, Chechnya dan lain-lain. Dasar ‘Pre Emptive Strike’ George W. Bush yang lahir daripada Dasar Pertahanan Baru Amerika Syarikat dan undang-undang patriotnya telah memangsakan dan mencabul hak asasi pelbagai bangsa manusia. Guantanamo adalah lambang keganasan negara yang sedang dilaksanakan oleh negara kuasa besar yang sepatutnya menjadi pembela hak asasi manusia. Israel adalah negara pengganas boneka yang terus dibantu dan mendesak Amerika untuk melakukan pencerobohan terhadap Iran sepertimana yang telah dilakukan terhadap Iraq.
Rakyat Malaysia menghadapi era kejatuhan moral politik, sosial, ekonomi dan budaya. Rasuah dan kejahatan menjadi tontonan dan ikutan. Masyarakat dilalaikan dengan faham kebendaan, sogokan kenaikan gaji dan sebagainya bagi meneruskan kekuasaan parti yang memerintah. Perbuatan memfitnah, membunuh dan merampas kedaulatan rakyat dilakukan bukan oleh orang bawahan tetapi oleh manusia atasan dengan kuasa eksekutifnya yang hampir mutlak. Kebebasan dan hak manusia menjadi mainan dan senda gurau. 4.9 juta warga dinafikan hak mengundi mereka melalui sistem pilihan raya dan pendaftaran nama pemilih yang menjadi alat pihak yang berkuasa. Hak-hak golongan pembangkang dinafikan dengan begitu ketara.
Negara-negara Barat dan umumnya negara-negara maju kini memang sibuk menggembar-gemburkan hasrat mereka untuk mempertahankan hak-hak asasi manusia. Namun, semua hiruk-pikuk itu adalah ‘lips service’ semata-mata, jauh daripada tindakan sebenarnya. Ini berbeza dengan Islam. Islam berhak berbangga kerana telah menggagaskan hak-hak asasi manusia bukan sahaja apabila ia mula menjadi anggota masyarakat yang aktif, tetapi sejak ia masih di dalam rahim ibunya lagi. Bahkan tidak keterlaluan kalau kita katakan bahawa Islam telah menggariskan hak-hak itu sejak azali lagi. Sebelum seseorang itu berumahtangga dan melahirkan zuriat, bahkan sebelum kehadiran insan di dunia ini lagi.

Sebab itu Islam meletakkan syarat-syarat tertentu untuk menjadi mempelai dan membentuk keluarga. Islam menekankan perlunya aspek mawaddah, kasih sayang, rahmah atau prihatin dan belas kasihan serta syarat kufu’ atau setara. Ini semua adalah bertujuan untuk mengelakkan timbulnya krisis yang berpanjangan di samping untuk mengekalkan ikatan hidup berkeluarga.

Apabila Islam mengabadikan hak-hak asasi manusia, ia bukan sekadar untuk mengisi program media, meraih populariti atau untuk merangkul harta, pangkat kebesaran dan kuasa serta menawan hati golongan massa. Sebaliknya Islam menjadikannya sebagai sebahagian daripada pola akidah, syariah dan ta’abbudiah, di mana orang Islam akan berdosa kerana mengabaikannya dan akan memperoleh pahala apabila melaksanakannya. Penghayatannya membawa keberuntungan di akhirat dan menjadi tonggak kepada kemajuan duniawi. Manusia adalah penggerak utama kehidupan ini. Setakat mana potensi kejiwaan, fizikal dan mentalnya digilap, maka setakat itu pulalah kemajuan dan tamadun umat dapat dicapai.

Titik-Tolak dan Manhaj Hak Manusia: Perspektif Islam dan Barat

Konsep hak manusia dari perspektif Islam bertolak daripada pandangan positif dan luhur terhadap peranan manusia. Allah telah mencipta manusia sebagai khalifah di dunia ini untuk tujuan memakmurkannya dan menegakkan hukum-hakam syariah sebagai perundangan-Nya. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً

“Ingatlah (peristiwa bersejarah) ketika Tuhanmu bertitah kepada para Malaikat:     bahawa Aku ingin menobatkan di dunia ini (para) khalifah (para pelaksana       amanah-Nya)…”

Islam meletakkan penghormatan yang tinggi kepada manusia kerana Allah telah membekalkan kepadanya kudrat yang istimewa. Penghormatan ini meliputi seluruh bangsa manusia tanpa mengira warna kulit, perbezaan tempat lahir atau bangsa keturunannya, baik lelaki mahupun perempuan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surah Al-Israk ayat 70:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
“Sesungguhnya Kami telah memuliakan (martabat) anak Adam. Kami        memudahkannya meneroka daratan dan lautan. Kami murahkan rezekinya    dengan segala (nikmat anugerah) yang baik-baik; malah Kami berikan      kepadanya kelebihan yang berganda berbanding makhluk-makhluk lain yang        Kami cipta.”
Dalam perspektif Islam, kemuliaan manusia atau sebaliknya adalah sangat berkaitan dengan komitmennya kepada akidah. Dengan lain perkataan bergantung kepada darjat takwa dan penerimaannya terhadap hidayah Rasul dan manhaj wahyu. Allah berfirman dalam surah At-Tiin ayat 5 dan 6: 
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Kemudian Kami kembalikan semula (martabat manusia) ke darjat yang paling      terkebawah. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh maka mereka     akan mendapat habuan ganjaran yang tidak akan diungkit-ungkit lagi (oleh      sesiapapun).”
Komitmen kepada akidah dan iltizamnya kepada keyakinan tersebut dilakukan dengan kemahuan yang bebas dan sukarela, tanpa dipaksa atau ditindas untuk melakukannya. Penegasan hal ini dinyatakan oleh Allah dalam surah Taha ayat 123 dan 124:
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Allah berfirman (kepada kedua mereka; Adam dan Hawa) turunlah kalian             berdua ke bumi dengan (suratan takdir) bahawa segolongan akan memusuhi     segolongan yang lain. Seandainya sampai kepada kalian nanti bimbingan      hidayah-Ku maka barangsiapa yang mengikut petunjuk hidayah-Ku tidaklah dia       akan sesat dan (bernasib) celaka.”
Hak asasi manusia dalam Islam bertitik-tolak daripada keyakinan ini. Ia berbeza dengan konsep hak asasi manusia dari perspektif Barat. Islam beranggapan bahawa manusia mendapat penghormatan daripada Allah kerana tugas kekhalifahan. Manakala kekhalifahan ini berhubung erat dengan ketaatan (’ubudiyyah) kepada Tuhan. Perspektif Barat menganggap hak tersebut adalah hak tabii, terbit daripada konsep kedaulatan mutlak manusia yang superior dan tidak ada kedaulatan lain yang mengatasinya.

Penghormatan Islam kepada manusia yang bertitik-tolak daripada penghormatan kerana anugerah adalah berkaitan dengan ’ubudiyyah atau ketaatan. Ini bermakna ada masa dan tempoh tertentu di mana manusia akan terjejas daripada mendapat penghormatan itu;  apabila manusia bertindak bodoh, menderhakai, kufur dan menjauhi tuntutan ’ubudiyyah tersebut. Atau apabila ia menjauhi kebenaran yang menjadi nilai tambah yang penting untuk pengisian maksud kemanusiaannya. Hal ini tidak diakui oleh pemikiran perspektif Barat yang beranggapan bahawa manusia tetap memiliki hak tabii tersebut walaupun ia menyimpang jauh; melakukan keganasan dan kejahatan.
Sistem pemikiran Barat dalam hal ini begitu menghubungkan hak manusia dengan kedaulatan dan kebebasan individu semata-mata. Dari sini lahirnya sistem liberal demokrasi yang berteraskan kepada kontrak sosial. Sistem ini menekankan keutamaan kepentingan individu mengatasi kepentingan politik. Bertolak daripada pengertian ini lahir pula apa yang disebut sebagai kebebasan ekonomi yang menjadi teras kepada dasar atau sistem ekonomi liberal tanpa mempedulikan aspek moral atau fizikal dan yang berkaitan dengannya.
Perbezaan konsep hak asasi manusia dari perspektif syariah dengan konsep Barat bukan hanya dalam peringkat wacana dan teori sahaja, malah turut berbeza dalam aspek pendekatan dan amalan. Ini dapat kita lihat dalam aspek berikut:
Pertama: Implikasi konsep hak asasi manusia dalam manhaj syar’i berbanding pemikiran Barat
Hak manusia dalam Islam pada dasarnya lahir daripada akidah tauhid. Akidah tauhid tegak daripada kesaksian bahawa tiada tuhan yang disembah kecuali Allah. Inilah sumber dan punca segala hak dan kebebasan. Allah yang Maha Esa telah mencipta manusia sebagai makhluk yang merdeka dan mahu menjadikan manusia itu bebas (daripada penindasan). Pada masa yang sama Allah memerintahkan mereka melindungi hak-hak yang diperakukan oleh-Nya, di samping mematuhi kewajipan yang telah dilestarikan. Demikian juga Allah memerintahkan mereka supaya berjihad dan berjuang melindungi dan mempertahankan hak tersebut daripada pencerobohan. Perkara ini ditegaskan dengan kerap dalam ayat-ayat Al-Quran  mengenai perjuangan dan jihad.
Hak asasi manusia terbit daripada penghormatan dan penghargaan Ilahi terhadap insan berdasarkan nas yang jelas. Ia adalah sebahagian daripada konsep Islam dan ’ubudiyyah kepada Allah. Ia juga merupakan fitrah manusia di mana Allah menjadikan manusia bersesuaian dengan fitrah.
Hak asasi manusia adalah anugerah Allah yang diberikan-Nya kepada manusia. Ia bukan anugerah manusia biasa di mana boleh diungkit atau ditarik semula dan dirampas apabila beralih sokongan atau pendiriannya. Ia adalah hak-hak yang direstui dan diperakukan oleh Allah untuk manusia.
Ciri khas hak-hak dalam Islam ini ialah ia bersifat menyeluruh; merangkumi segenap hak samada hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Ia juga merupakan hak umum yang dinikmati oleh setiap orang yang tunduk kepada Islam; tanpa mengira warna kulit, bangsa atau bahasa. Seterusnya hak tersebut bersifat ‘Kamal’ atau sempurna dan tidak boleh dilupuskan sebab ia sebahagian daripada syariat.
Antara cirinya yang terpenting ialah hak tersebut tidak mutlak (absolute). Ia terikat dengan syarat yang tidak bercanggah dengan Maqasid as-Syari’ah. Ia juga tidak bercanggah dengan kepentingan jemaah yang dianggotai oleh seseorang insan berkenaan.
Konsep dan pendekatan hak asasi manusia dari perspektif Barat pada umumnya telah menelurkan beberapa versi kefahaman yang sangat merbahaya kepada peradaban manusia. Apabila hak manusia itu lahir daripada hak tabii, maka rujukan dalam penyelesaian pertikaian adalah kepada hukum tabii iaitu siapa kuat dia menang dan selamat. Apabila hukum tabii asas itu menjadi landasan kepada hak, maka kemusnahan orang yang lemah dan miskin atau tidak berdaya sudah menjadi suatu kepastian. Mereka tidak akan berdaya mendapatkan hak-hak mereka kerana mereka tidak punya modal untuk menang. Sebab itu adalah suatu yang lumrah dan absah dari sudut pemikiran kapitalisme sekiranya terkumpul kemiskinan, kemelaratan dan kemunduran di kalangan minoriti atau pembolotan kapitalisme terhadap kepimpinan politik di samping penindasan terhadap golongan rakyat miskin.
Versi kefahaman yang demikian membenarkan pembunuhan beramai-ramai sesuatu bangsa (ethnic cleansing) dalam perang dengan senjata canggih. Justeru, bangsa yang memiliki kedaulatan dan kekuatan ketenteraan dan kebendaan yang unggul berupaya merampas hak-hak tabii tersebut daripada musuhnya. Ini mengesahkan hak kuasa Barat yang gagah dan kuat untuk merampas, menjajah dan  merompak khazanah kekayaan bangsa lain sedaya yang boleh demi kesenangan bangsa dan kuasa Barat sebagai perlaksanaan terhadap hak tabii mereka.
Ia berbeza dengan kesan yang dihasilkan oleh persepsi syariat yang menganggap bahawa hak asasi manusia ini adalah anugerah penghormatan daripada pencipta kepada para hamba-Nya. Hak-hak dihubungkaitkan dengan definisi dan diskripsi syarak, bukan kepada ketentuan hukum tabii atau kehendak individu dan bangsa-bangsa. Dengan itu, hak bangsa-bangsa untuk menentang pemerintah yang zalim atau kezaliman politik merupakan hak yang tetap. Justeru, mereka tidak boleh tunduk berubudiyyah kepada selain Allah atau patuh kepada undang-undang yang lain daripada syariatnya. Dengan demikian golongan yang lemah dan miskin berhak terbela dan mendapat hak syar’inya berupa pembelaan dan peruntukan sara hidup yang khusus daripada harta umat. Kelemahan dan kemiskiannya tidak menghalang mereka daripada mendapatkan hak mereka. Pada masa yang sama, ketika bersimpang-siur tuntutan kepentingan daripada pelbagai pihak dengan peralihan kepimpinan, masa dan lokasi, asas rujukan penyelesaian masalah hak tetap sama dan tidak berubah-ubah menurut selera; justeru ia adalah berasaskan syariat dan perundangan Islam.
Kedua: Hak asasi manusia dari perspektif Islam merangkumi semua yang berkaitan dengan Islam dan tidak bersifat chauvinistic
Implikasi penegasan Islam tentang hak asasi manusia berkait erat dengan kewujudannya sebagai insan yang bergantung pula kepada perlaksanaan iltizam terhadap tuntutannya. Maka, manusia boleh meningkat ke jinjang nilai yang lebih tinggi dengan ketinggian komitmen akidah dan penghayatan nilainya. Penghijrahan seseorang ke Dar al-Islam menyebabkan ia akan dapat menikmati segala hak sebagai warganegara tanpa diskriminasi. Penerimaan seorang bukan Islam menjadi Ahl al Zimmah berdasarkan kepada kontrak sosial khusus memungkinkan dia menikmati segala perlindungan hak, skim kebajikan, keamanan dan hak untuk dipertahankan keselamatannya serta hak-hak lain yang tidak diperoleh melainkan dengan kerelaan menerima perundangan setempat atau perundangan negara Dar al Islam.
Ini kerana hak manusia menurut persepsi Islam adalah hak syumuliyyah; merangkumi semua manusia tanpa mengira bangsa. Apabila manusia dengan sengaja memilih untuk berpegang kepada agama atau ideologi tertentu dan rela melaksanakan tuntutannya, dengan itu ia telah menetapkan apakah jenis hak dan kewajipan yang akan dilaksanakannya dalam masyarakat Islam tersebut. Berbanding dengan hak dalam pemikiran Barat, ia dihubungkaitkan dengan kebebasan individu dan dengan keupayaan individu untuk meraihnya secara realiti.
Sebab itu para penatar fahaman hak dalam sistem demokrasi liberal Barat dalam rangka melindungi hak ini dalam masyarakat mereka terpaksa menyeru agar dihalang dan disekat kuasa kerajaan sedapat mungkin  supaya jentera dan jabatannya tidak menjadi perkakas untuk menindas dan mengongkong. Selanjutnya timbul seruan dari semasa ke semasa tentang hak warganegara dan diskriminasi hak warganegara dengan golongan pendatang asing. Pada masa yang sama ia menyebabkan para perundangan Barat sering mengabaikan hak bangsa yang bukan berasal daripada Barat. Oleh itu, hak yang mereka laungkan dalam lingkungan demokrasi liberal lebih merupakan hak manusia Barat serta hak orang yang memiliki kekayaan dan kekuatan kebendaan atau kuasa ketenteraan. Ia bukan hak yang bersifat sejagat untuk manusia amnya, walaupun para penatar fahaman ini berkokok mengatakannya begitu. Realiti politik dan perlaksanaan yang tempang terhadap norma keadilan di peringkat antarabangsa jelas terpampang di hadapan kita.
Sebab itu hak manusia dari perspektif Islam berbeza dengan hak dari perspektif Barat. Dalam konteks Islam, hak ini tidak dihubungkaitkan dengan konsep hak tabii. Sebab pegangan seperti ini akan berakhir dengan bertukarnya hak itu menjadi hak chauvinistic sesuatu kaum. Hak asasi manusia juga tidak dihubungkaitkan secara rigid kepada tanah atau bumiputera sepertimana dalam pemikiran perundangan liberal yang membezakan warganegara dan bukan warganegara.
Oleh itu, hak manusia dari perspektif Islam adalah hak syumuliyyah yang merangkumi semua manusia. Ia bukan hak yang hanya memihak kepada golongan tertentu sepertimana hak tabii dalam perundangan Barat.
Ketiga: Hak manusia menurut Islam adalah hak yang tetap dan sejajar dengan fitrah manusia dan keperluan peribadinya
Perbezaan di antara hak dari perspektif Islam dengan perspektif Barat terletak dalam penganalisaan teori, sumber dan motif memperakukannya. Dasi sudut sumber umpamanya, kita dapati bahawa sumber hak dalam Islam ialah perintah dan larangan wahyu Allah yang thabit sebagai dalil syar’i di dalam Al-Quran dan Sunnah. Perlaksanaan hak itu bergantung kepada perlaksanaan atau iltizam individu Muslim berkenaan secara rela dan ikhlas terhadap tuntutan Islam itu sendiri sebagai menepati ketaatan kepada Allah dan Rasul, walaupun ia bercanggah dengan kepentingan dan kehendak peribadi.
Hak-hak tersebut juga dilunaskan melalui pemerintah Islam yang sah dan diberi wewenang oleh Islam untuk menegakkan keadilan di kalangan orang ramai, mencegah kezaliman, menyampaikan hak kepada orang yang berhak di samping melunaskan kepentingan orang ramai dan kebajikan masyarakat.
Dari sudut ini; iaitu dari sudut sumber di mana hak ini terbit di samping perlaksanaannya dalam masyarakat Islam, maka ia tidak berhadapan dengan kekaburan dan kekeliruan. Tafsirannya tidak dipengaruhi oleh kepentingan subjektif. Manusia Muslim sewajarnya tidak perlu menggunakan kekerasan atau paksaan untuk mendapatkan hak tersebut.
Dari sini jelas betapa Islam menampilkan konsep dan pengertian hak yang absah, standard dan realistik, selaras dengan fitrah manusia. Islam mentakrifkan hak tersebut dengan titah perintah dan larangan syarak. Islam juga melakarkan kaedah dan jaminan yang mempertahankan hak tersebut dan menyerlahkannya di samping mekanisme untuk menguatkuasakannya.
Senario ini berbeza dengan apa yang terserlah dalam pemikiran hak di negara kapitalis Barat yang mengikat sumber hak dan perundangannya kepada prinsip kebebasan. Mereka membiarkan golongan yang berkuasa dan berharta atau berpengaruh mengaut hak berlandaskan kepentingan mereka. Selepas itu baru mereka sibuk mahu menyekatnya dengan beberapa garisan khayali apabila terpaksa. Umpamanya dengan menegaskan bahawa hak dan kebebasan peribadi seseorang berakhir apabila bermula tapal batas hak orang. Kadang-kadang dengan penegasan bahawa kerajaan tidak akan masuk campur kecuali apabila berlaku pencerobohan terhadap hak kebebasan tersebut.
Pemikiran Barat terhadap hak menjadikan tanggungjawab kerajaan yang utama adalah melindungi kebebasan perse, bukannya urusan kesejahteraan mereka. Ini menyebabkan teori tentang hak terbatas dalam kandang teori semata-mata tanpa realisasi dalam alam nyata. Ini kerana persetujuan tentang maslahah atau kepentingan memang sukar kerana pengaruh kepentingan diri dan sifat egoistic yang ada dalam diri masing-masing. Keadaan ini akhirnya berakhir dengan penguasaan mutlak golongan yang kuat dan berada terhadap golongan yang lemah dan marhain. Bahkan kuasa perundangan di kalangan kapitalis lebih cenderung membentuk dasar dan peraturan yang menguntungkan kroni, puak dan kerabat mereka, bukan menjaga kepentingan atau hak orang ramai.
Hasil yang  ketara daripada pertentangan ini dalam perundangan Barat nyata dalam susuk perundangan yang berkaitan dengan hak di Barat. Setengahnya kita lihat lebih mementingkan keselamatan pembunuh daripada hukum qisas atau hukuman bunuh (berbanding mangsa yang dibunuh). Lebih mementingkan hak pencuri dan keselamatannya daripada dipotong tangan (pencuri) kerana kononnya demi mempertahankan hak kemanusiaannya, dengan membelakangkan kesan yang begitu besar dideritai oleh orang ramai daripada rasa takut dan kecewa kerana berleluasanya kejadian jenayah mencuri dan merompak. Perundangan mereka seolah-olah membebaskan sesiapa jua bertindak, berbuat mengikut kemahuan hati, undang-undang tabii dan perasaan tanpa perlu beriltizam dengan ikatan agama dan akhlak. Sebab itu riba dan monopoli adalah dibenarkan. Hubungan seks bebas dan ilhad (faham tidak bertuhan) merupakan hak individu yang perlu dipertahankan tanpa mempedulikan kesan berat yang merosak kepada kesejahteraan umat dan rakyat.
Keempat: Hak asasi manusia dalam Islam terperinci dan dilindungi oleh instrumen perundangan syarak
Perbezaan begitu terserlah di antara hak-hak syariah berbanding hak-hak dalam pemikiran Barat. Hak-hak dalam Islam begitu dicerakinkan dengan jelas dan tidak dibiarkan kabur dalam peristilahan yang longgar. Nas-nas Al-Quran dan hadis datang menerangkan secara definitive hak tersebut dan mencegah berlakunya  pencabulan dan pengabaian terhadapnya; iaitu dengan pengharaman hukuman bunuh ke atas jenayah bunuh kerana kononnya menjaga nyawa manusia.
Syariat dan perundangan Islam mewajibkan jihad untuk menghapuskan pemerintahan tirani (tyrannic) yang membenarkan perhambaan manusia kepada manusia. Ia mengharamkan zina dan  qazaf demi melindungi nama baik dan maruah. Ia mengharamkan riba dan monopoli bagi memastikan kesinambungan peluang mencari sara hidup yang halal kepada orang ramai serta menghalang pemerasan dan penindasan orang yang berkuasa, kaya dan berpengaruh terhadap golongan rakyat yang lemah dan miskin. Perundangan Islam juga mewajibkan negara Islam yang sah agar mengurus dan menjamin kesejahteraan semua lapisan masyarakat, menghalang kezaliman dilakukan kepada rakyat biar siapapun pelakunya. Ia memperakukan  kepada umat kaedah dan manhaj keadilan yang syar’i dan absah dalam masyarakat.
Dalam konteks tindakan salah laku dan penyelewengan yang boleh mensia-siakan hak manusia, syariat menetapkan hukuman dan sanction tertentu bagi membendung gejala seperti itu. Islam mengenakan hukuman yang setimpal kepada orang yang melakukan kesalahan berkenaan. Syariat juga melupuskan sifat keabsahan dan kedaulatan terhadap mana-mana negara yang engkar tunduk kepada tuntutan agama di samping menentang hukum-hakam syarak yang sebenarnya melindungi hak asasi manusia dan mengatur kewajipan dan pelbagai jenis hak mereka. Umpamanya apabila kerajaan berkenaan melakukan tindakan membatalkan hukum qisas atau menghalang perlaksanaan hukum mencuri, atau menghalalkan riba. Justeru, penderhakaan tersebut akan menyebabkan hak orang yang lemah terabai, terhalangnya jihad membela kaum tertindas atau berkembangnya kesesatan akidah, kezaliman perundangan dan sebagainya.
Sebenarnya boleh dikatakan bahawa dari satu sudut yang positif, syariat telah memperincikan hak-hak asasi manusia dan memperuntukkan istilah khusus mengenainya bagi menjamin keselamatan hak-hak tersebut. Dari sudut yang sebaliknya, syariat telah menggariskan hukuman terhadap mana-mana perlakuan yang menyanggahi dan menyalahinya. Ini berbeza dengan hak dalam pemikiran Barat yang rata-rata masih dituangkan atau digubal dalam bentuk ungkapan yang longgar dan umum berdasarkan prinsip kebebasan yang samar seperti keadilan, kesamarataan, persaudaraan, kehormatan dan maruah di samping larangan penyeksaan. Hal ini dilakukan tanpa mencerakinkan perundangan yang jelas dan terperinci bagi mengatasi perbuatan mengancam keadilan atau yang boleh melindungi maruah manusia daripada sebarang gugatan dan lain-lain.
Sebab itu peraturan dan undang-undang yang melindungi hak-hak ini di Barat agak berbeza dari satu negara Barat ke satu negara Barat yang lain atau berbeza berdasarkan tempoh masa. Contoh yang ketara dalam hal ini ialah laungan gerakan politik di Barat yang sibuk memperjuangkan persamaan wanita dan lelaki di samping menuntut apa yang dinamakan sebagai hak wanita dan sebagainya. Ini adalah kerana tiada kodifikasi hukum yang agak terperinci tentang apa yang dikatakan sebagai hak tersebut dalam sistem perundangan Barat.
Kelima: Perbezaan matlamat dan tujuan hak asasi Manusia dari perspektif syariah berbanding pemikiran Barat
Perlu dinyatakan bahawa terdapat perbezaan matlamat di antara hak asasi manusia yang ditinjau dari sudut Tasauwur Islami dan dengan hak asasi manusia berasaskan pemikiran Barat. Matlamat perakuan hak dari perspektif Barat ialah untuk memperkasa nilai hidup Barat dengan penekanan kepada kepentingan hak berkenaan dan keperluan menyebarluaskannya. Termasuk dalam matlamat mereka juga ialah untuk menjadikan nilai tamadun Barat sebagai sumber sistem sosial dan pembentukan tamadun dunia ini, dengan andaian bahawa hak-hak tersebut muncul dan lahir daripada tamadun Barat itu sendiri. Lebih jauh, catatan perkembangan sejarah pemikiran mengenai hak manusia di Barat menjelaskan bahawa maksud sebenar usaha mengabsahkan (legalize) hak asasi manusia ialah untuk merealisasikan segala matlamat dan nilai Barat yang menjadi ciri utama bangsa serta kumpulan tertentu yang hidup di Barat.
Perisytiharan hak asasi manusia datang seiring dengan kemunculan revolusi Perancis. Perisytiharan tersebut bertujuan untuk melepaskan rakyat daripada belenggu dan kongkongan politik golongan bangsawan, raja dan pemerintah tirani Perancis. Hak-hak ini juga muncul sejajar dengan kelahiran karya-karya pemikir Reformis Agama Protestan di Eropah. Golongan ini pula berusaha keras menentang pengaruh gereja dengan cara menegaskan bahawa manusia mempunyai hak natural atau tabii. Manusia menurut mereka memiliki kedaulatan yang tidak dibatasi oleh mana-mana kedaulatan lain; baik sebagai  golongan bangsawan, golongan raja mahupun agama.
Sebenarnya dari sudut perkembangan sejarahnya, adalah menjadi hasrat para penatar konsep hak asasi manusia di Barat untuk menekankan nilai dan prinsip yang digagaskan oleh para pemikir golongan Kapitalis di Eropah. Matlamat ini mahu diperkasa dan dimantapkan lagi dalam perkembangan pemikiran di Barat seterusnya dalam era pertembungan pemikiran dengan prinsip dan aliran Sosialisme dan Komunisme.
Aspek ini juga sering dieksploitasi secara politik bagi mencorakkan hubungan antara bangsa kini di antara Negara blok Barat dengan Negara blok Timur. Perkara ini juga dijadikan alasan untuk memaparkan kepincangan hak yang dinikmati oleh golongan minoriti tertentu di mana-mana negara di dunia ini bagi mengancam dan menggugat rejim pemerintah tertentu di negara dunia ketiga.
Sebenarnya hak asasi manusia di Barat bukanlah cetusan daripada prinsip undang-undang yang tetap untuk menyelesaikan masalah realiti manusia. Bahkan ia bukan bermaksud untuk meraih matlamat luhur manusia sejagat.
Ini berbeza dengan konsep hak dalam syariat Islam. Hak manusia sangat berkaitan dengan tujuan pokok syariat; untuk merealisasikan ‘ubudiyyah atau penyembahan makhluk manusia kepada Allah, melindungi Maqasid as-Syariah yang tersimpul dalam perlindungan terhadap lima kepentingan asas manusia iaitu melindungi agama, nyawa, akal, harta dan nama baik. Juga untuk menyempurnakan keperluan wujud melalui penggubalan peraturan mengenai hubungan manusia dalam pelbagai bidang muamalat. Akhirnya ialah untuk menyempurnakan keperluan tahsiniyyat yang melengkap dan meningkatkan lagi kualiti kehidupan manusia melalui keutamaan akhlak dan pengukuhan budi bahasa.
Dengan penjelasan kita terhadap perbezaan di antara tasawwur, susun atur dan perlaksanaan hak-hak dalam syariat Islam berbanding manhaj pemikiran Barat, maka ketaralah kesilapan anggapan segolongan para pemikir dan penulis yang mengandaikan wujudnya persamaan antara hak tabii perspektif Barat dengan hak manusia dari perspektif syariat. Antara yang beranggapan demikian ialah Dr Ahmad Jalal Hamad. Beliau menegaskan:
“Apa yang dipanggil oleh pemikir Barat sebagai undang-undang tabii sebenarnya tidak ada bezanya dengan pengertian Islam terhadap apa yang dipanggil     peraturan Allah yang abadi untuk seluruh manusia dan tetap unggul mengatasi segala undang-undang lain. Ada kemungkinan besar para pemikir undang-            undang tabii di Barat telah mencedoknya daripada kalangan orang Islam ketika            wujud pertemuan tamadun Barat dan Timur di Andalusia ( pada satu masa            dahulu).”
Pada hal, sebenarnya titik-tolak hak manusia di Barat ialah hak tabii yang sangat berkait dengan perihal diri dan individu subjektif seseorang dari sudut tabiinya; terlepas daripada masalah konsep atau manhaj. Berbeza dengan hak syar’i manusia dalam Islam, ia bersandarkan kepada penghormatan dan Takrim Ilahi kepada manusia itu sendiri. Ia berhubung rapat dengan konsep ‘Ubudiyyah; perhambaan manusia kepada Allah dan kepatuhannya kepada syariat gubalan-Nya di samping ketaatannya kepada Rasulullah s.a.w. Perbezaan ini semakin jauh apabila kita merujuk kepada penyifatan undang-undang,  pencerakinannya yang terperinci, masalah Maqasid dan kesan hukum yang berkaitan dengannya.
Keseimbangan Antara Hak dan Tanggungjawab
Syariat Islam telah menyusun atur masyarakat secara yang seimbang atau berimbang. Hak yang dinikmati oleh seseorang adalah imbalan kepada perlaksanaan tanggungjawab yang disempurnakannya. Seandainya ada segolongan anggota masyarakat Islam yang mengadu kerana kezaliman yang telah menghakis hak mereka, maka itu adalah kesan daripada pengabaian segolongan yang lain dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka sepertimana yang telah diwajibkan oleh Allah.
Kewajiban tersebut ialah untuk menegakkan keadilan Ilahi di maya pada ini. Manakala matlamatnya telah diungkapkan sendiri oleh Allah melalui firmannya dalam surah Ar-Rahman ayat 7 hingga 9):
وَالسَّمَاء رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

“Dan langit dijadikannya (berbumbung) tinggi, serta Ia mengadakan undang-          undang dan peraturan neraca keadilan.
Supaya kamu tidak melampaui batas dalam menjalankan keadilan.
Dan betulkanlah cara menimbang itu dengan adil, serta janganlah kamu     mengurangi barang yang ditimbang.”
Perlaksanaan amali terhadap tuntutan ayat ini dihuraikan oleh hadis Rasulullah, nabi yang amanah dan maha guru agung manusia:
“Setiap orang daripada kamu adalah pengelola. Ia bertanggungjawab terhadap      orang di bawah kelolaannya. Pemimpin negara pengelola dan           bertanggungjawab terhadap (rakyat) di bawah kelolaannya. Suami pengelola         keluarga. Dia bertanggungjawab mengelola keluarganya. Isteri juga pengelola di   rumah suaminya. Ia bertanggungjawab terhadap apa yang di bawah          kelolaannya. Pembantu rumah juga pengelola terhadap barangan rumah      majikannya. Ia bertanggungjawab terhadap apa yang di bawah kelolaannya.             Setiap kamu (sebenarnya) adalah pengelola dan bertanggungjawab terhadap        apa yang di bawah kelolaannya.”
Hadis di atas mengungkapkan kebijaksanaan mengurus di mana setiap orang dibekalkan dengan rasa tanggungjawab yang boleh melicinkan perlaksanaan tugas masing-masing. Hadis ini mengutarakan konsep atau teori sektor berjinjang. Ketetapan bermula daripada unit yang paling kecil dalam negara iaitu keluarga sehinggalah kepada unit yang paling besar iaitu pemerintah negara.
Berdasarkan rentetan tanggungjawab seperti dalam penjelasan Ar-Rasul di atas, maka setiap orang dalam negara Islam mempunyai dua peranan; sebagai pengelola atau pelaksana dan dalam masa yang sama dia juga merupakan anak buah, iaitu atas tanggungjawab orang lain pula.
Demikianlah perbincangan mengenai hak manusia yang merupakan suatu tema yang sulit dan sukar, justeru hak-hak itu merupakan sendi keseluruhan binaan syariat. Akar tunjangnya kukuh tertancap di bumi manakala pucuk dan cabangnya menggapai awan.
Memang tidak mudah hal seperti ini dapat digarap oleh sebarang manusia biasa; justeru syariat Islam adalah syariat unggul yang mengatasi segala sistem perundangan lain. Syariat Islam merangkumi kepentingan manusia di dunia dan akhirat. Ia menyusun atur masalah sekecil-kecilnya dalam lingkaran keluarga dan individu hinggalah kepada masalah yang lebih besar seperti masalah negara dan dunia amnya.

sumber : http://madani.ikram.org.my/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=18:hak-asasi-manusia-dalam-islam-konsep-dan-falsafah&catid=6:artikel-pilihan&Itemid=9



KEPEDULIAN TERHADAP BANGSA DAN NEGARA

                  Aku dilahirnya di negara Indonesia. Indonesia adalah negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam, namun meskipun kaya akan SDA tetapi Indonesia masih kurang terhadap SDM. Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.

                  Namun meskipun Indonesia kaya akan SDA tetapi rakyat Indonesia masih mempunyai rakyat miskin dan rakyat miskin tersebut terjerat dalam kemiskinan..yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. lalu apakah ada perubahan di Indonesia nantinya ? perubahan yang kita lakukan tidak lain berasal dari anak-anak bangsa Indonesia.

                     Wahai anak bangsa berdirilah kamu, bangkitkan Indonesia dari keterpurukan selama ini, dari kemiskinan yang terus menghantui rakyat-rakyat Indonesia, ingat ! kita kaya akan SDA, Allah SWT memberikan SDA yang melimpah untuk kita haruslah kita sendiri yang menikmatinya bukan orang-orang luar. jadikan perubahan untuk Indonesia kita.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com